Akhir Agustus 2012
Atmosfer rumah akhir-akhir ini sedang begitu hangat akan suasana ke-akademik-kan. Dari Ibu yang sibuk mempersiapkan ujian tesisnya besok, Mba Ela—my old sista—yang kurang dari seminggu lagi akan diwisuda sebagai Sarjana Pendidikan, dan aku sendiri yang tinggal menghitung hari juga untuk menuju ospek universitas. Sungguh nikmat yang luar biasa. Terlebih bagi Ayah, tiga wanitanya seperti membawa selaksa angin semilir di telinga. Tapi beliau juga ngendika bahwa ini juga cobaan.
Mengapa cobaan? Yang aku ingat Ayah pernah bilang, kalau setiap cobaan pasti ada berkahnya, begitu juga setiap berkah pasti ada cobaannya. Korelasinya adalah kita harus tetap rendah hati dihadapan Yang Maha Segalanya. Kalau ditanya siapa yang paling besar menanggung beban baik dan buruknya ya jawabannya adalah Ayah. Sebagai yang dituakan di dalam rumah, beliau sungguh bisa sampai melupakan sakitnya yang bahkan hanya untuk sekedar mendengar cerita konyolku tentang tugas ospek sampai keluhan ibu yang masih saja membuat bingung tesisnya sendiri. He’s a really hero for us. :)
Tak jarang aku sengaja mengulur-ulur waktu untuk tidak membahas tentang kebutuhan kuliahku yang masih saja kurang ini-itu. Sederhananya ya karena ngga mau bikin Ayah kelu walaupun selalu ia katakan ini,”Wong demi anak kok, lagian kan emang udah mangsane kamu lagi butuh ini-itu sekarang. Nggak apa-apa..” at least berhasil bikin hatiku luluh lantak. Yaiyasih, Ayah mana yang ngga perhatian sama anaknya yang baru mau menjejaki masa perkuliahannya? :’)
Ibu, beliau masih menyayangkan soal kenapa disaat Mba Ela wisuda dan aku ospek itu waktunya benar-benar berbarengan. Aku sendiri juga sebenarnya mendecline itu, tapi apa boleh dikata? Tetep harus disyukuri banget mah ini. Ibu yang bola-bali ngendika,”Jann anak loro siji pas metu siji mlebu ka barengan dinane. Subhanallah..” Ah, Ibu. Ini terdengar sangat membanggakan, bukan? :’)
Mba Ela yang mendadak jadi envy ketika Ayah menawarkan barang-barang pengisi kost saat kami belanja di salah satu pusat perbelanjaan di kota kecil ini. Walau pada dasarnya sih aku hanya mencatat barang-barang apa saja yang urgent dan butuh cepat dulu. Tapi yang namanya orangtua kan pasti selalu memikirkan dimensi paralel dari itu. Jadilah Ayah menawarkan yang lain diluar daftar belanjaku. Dan jadilah Mba Ela menggerutu ketika Ayah menawarkan, seperti, alas untuk setrika. Mba Ela bilang,”Lhuuh Eya aja kalo nyetrika pake alas sajadah kook..” hahahaha geli juga dengernya. Yaudahsih aku juga ngga mau muluk-muluk buat meng-ada-kan semuanya dulu sekarang.
…………….
And you know what? Alhamdulillah semua berjalan lancar, yaah, dengan dinamika kami masing-masing yang sama-sama membuat semesta penuh goresan warna. Ibu yang sudah menjalani masa-masa barunya jadi kepala sekolah, Mba Ela yang udah jadi karyawan tetap di Unisi fm, aku yang.. apa ya? Haha. Aku banyak. Aku yang udah bisa dapet kepercayaan baru lagi di kawah candradimuka baruku sekarang ini, udah mulai banyak dongeng-dongen absurd disana-sini, dan maaaasiih banyak lagi. Ah, college.. Jadi gini ya, rasanya?
Ayah, terimakasih ya atas semuanya. Walau masih sering ngerasa ada yang kurang banget kalau sehari aja ngga ada temen cerita kegiatan selama sehari itu dan jadi kangen rumah dan Ayah banget, but it’s alright, I’m still alive. Dinamika baru yang nggak dirasa udah berjalan satu semester ini.. adorable. Semoga membaikkan, amin.
Atmosfer rumah akhir-akhir ini sedang begitu hangat akan suasana ke-akademik-kan. Dari Ibu yang sibuk mempersiapkan ujian tesisnya besok, Mba Ela—my old sista—yang kurang dari seminggu lagi akan diwisuda sebagai Sarjana Pendidikan, dan aku sendiri yang tinggal menghitung hari juga untuk menuju ospek universitas. Sungguh nikmat yang luar biasa. Terlebih bagi Ayah, tiga wanitanya seperti membawa selaksa angin semilir di telinga. Tapi beliau juga ngendika bahwa ini juga cobaan.
Mengapa cobaan? Yang aku ingat Ayah pernah bilang, kalau setiap cobaan pasti ada berkahnya, begitu juga setiap berkah pasti ada cobaannya. Korelasinya adalah kita harus tetap rendah hati dihadapan Yang Maha Segalanya. Kalau ditanya siapa yang paling besar menanggung beban baik dan buruknya ya jawabannya adalah Ayah. Sebagai yang dituakan di dalam rumah, beliau sungguh bisa sampai melupakan sakitnya yang bahkan hanya untuk sekedar mendengar cerita konyolku tentang tugas ospek sampai keluhan ibu yang masih saja membuat bingung tesisnya sendiri. He’s a really hero for us. :)
Tak jarang aku sengaja mengulur-ulur waktu untuk tidak membahas tentang kebutuhan kuliahku yang masih saja kurang ini-itu. Sederhananya ya karena ngga mau bikin Ayah kelu walaupun selalu ia katakan ini,”Wong demi anak kok, lagian kan emang udah mangsane kamu lagi butuh ini-itu sekarang. Nggak apa-apa..” at least berhasil bikin hatiku luluh lantak. Yaiyasih, Ayah mana yang ngga perhatian sama anaknya yang baru mau menjejaki masa perkuliahannya? :’)
Ibu, beliau masih menyayangkan soal kenapa disaat Mba Ela wisuda dan aku ospek itu waktunya benar-benar berbarengan. Aku sendiri juga sebenarnya mendecline itu, tapi apa boleh dikata? Tetep harus disyukuri banget mah ini. Ibu yang bola-bali ngendika,”Jann anak loro siji pas metu siji mlebu ka barengan dinane. Subhanallah..” Ah, Ibu. Ini terdengar sangat membanggakan, bukan? :’)
Mba Ela yang mendadak jadi envy ketika Ayah menawarkan barang-barang pengisi kost saat kami belanja di salah satu pusat perbelanjaan di kota kecil ini. Walau pada dasarnya sih aku hanya mencatat barang-barang apa saja yang urgent dan butuh cepat dulu. Tapi yang namanya orangtua kan pasti selalu memikirkan dimensi paralel dari itu. Jadilah Ayah menawarkan yang lain diluar daftar belanjaku. Dan jadilah Mba Ela menggerutu ketika Ayah menawarkan, seperti, alas untuk setrika. Mba Ela bilang,”Lhuuh Eya aja kalo nyetrika pake alas sajadah kook..” hahahaha geli juga dengernya. Yaudahsih aku juga ngga mau muluk-muluk buat meng-ada-kan semuanya dulu sekarang.
…………….
And you know what? Alhamdulillah semua berjalan lancar, yaah, dengan dinamika kami masing-masing yang sama-sama membuat semesta penuh goresan warna. Ibu yang sudah menjalani masa-masa barunya jadi kepala sekolah, Mba Ela yang udah jadi karyawan tetap di Unisi fm, aku yang.. apa ya? Haha. Aku banyak. Aku yang udah bisa dapet kepercayaan baru lagi di kawah candradimuka baruku sekarang ini, udah mulai banyak dongeng-dongen absurd disana-sini, dan maaaasiih banyak lagi. Ah, college.. Jadi gini ya, rasanya?
Ayah, terimakasih ya atas semuanya. Walau masih sering ngerasa ada yang kurang banget kalau sehari aja ngga ada temen cerita kegiatan selama sehari itu dan jadi kangen rumah dan Ayah banget, but it’s alright, I’m still alive. Dinamika baru yang nggak dirasa udah berjalan satu semester ini.. adorable. Semoga membaikkan, amin.
Komentar
Posting Komentar