Langsung ke konten utama

Kontemplasi dua puluh Juli

Ada rasa sulit ketika semalam mulai merasa drop. Muna kalau aku bilang itu bukan karena keseharian yang harusnya libur tapi nggak ngelibur. Selain itu, yaa, karena lini cerita yang ada disela-sela agenda. Hati, terutama.

Aku tetep bukan aku kalau nggak bandel tetep pengen cerita tentang yang mengganjal disini tuh. Tentang obrolan yang selalu aku rasa kalau ada orang yang baiknya keterlaluan dan aku yang nggak tau dirinya kekurangan. Terimakasih, kamu. Maaf untuk yang iya dan tidak tersampaikan.
Tentang yang.. Nggak tau kenapa ya, session mendengarkan itu bakal selalu ditungguin setiap bareng orang yang somehow sama dia tuh we can talk about almost anything and everything sampai berjam-jam lamanya. Tentang nggak seharusnya kita menjadikan orang itu jadi benchmark in your life gitu. Tapi nggak ada salahnya juga kan punya pandangan yang menurut kita pantas buat dijadiin motivasi?
Tentang temen satu divisi di kepanitiaan besar yang berasa udah very tightly kekeluargaannya, fix mengundurkan diri karena dapet rejeki di kampus lain yang mostly people bilang lebih bagus, indeed. Dan itu.. can you imagine what we feel right now? :')
Tentang obrolan sore yang bener-bener bikin penasaran--sejak lama. Tentang pengalaman sesuatu yang nggak sempat terucap dan teman-temannya. Tentang menjadi belajar senyum ke diri sendiri buat legowo. Dan tentang menuangkannya ke dalam sini.
Bukan kenangannya, tapi apa yang jadi isinya yang aku pengen ambil. Bukan apa-apanya yang jadi kepikiran setelah hari ini ada, tapi apa yang bisa disyukuri aja lah ya.. Lagian siapa sih yang nggak kenal sama penyesalan? Kalau katanya sih, nangis aja selesai. Haha.
Bukan, bukannya pengen banget dibahas. Cuma, pengisi hari yang dikasih Tuhan mana lagi yang kau dustakan? Inget kata Ibu kalau semua pasti ada alasannya, semua ini juga pasti ada maksudnya. Semoga bukan sesal ataupun apa, ya. Yaudahsih. Makasih aja..
Terimakasih, hari ini. Terimakasih pelajarannya.
Aku tau ini random banget. Masa bodo yang pasti aku nggak mau lupa. Makanya aku tulis. Soal nggak kenal media, maaf ya. Silahkan menyela, aku akan terima-terima saja :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karena Mahasiswa Sehat dari Masyarakat

Mahasiswa bukan hanya kata ‘maha’ di depan kata ‘siswa’. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan rakyat biasa, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Karena kedudukannya, mahasiswa sendiri menjadi memiliki banyak peran dalam kehidupan bermasyarakat, tidak terlepas dari bidang mereka masing-masing.

Navigasi

Senin yang ceritanya long weekend kemarin, aku dan bapake bertandang ke suatu tempat untuk tujuan tertentu. Ceritanya dapet kontak orang yang mau dituju di instagram nih. Yaudah aku hubungi lah dia. Setelah menceritakan maksud dan tujuan aku ingin berkunjung, si mbak yang menerima respon kontak memberikan infomasi arah ke alamat tujuan. Ceritanya di bio instagram dia udah ada info lokasi. Tapi cuma nama kecamatannya doang. Kutanya, sebelah mananya ya mba? Beliau bilang, "kalau dari arah kota perempatan pasar belok kiri, mba. nanti ketemu pertigaan, belok kiri lagi. Lurus aja terus nanti mentok nah itu rumahnya pas mentok jalan. Namanya mas ini" Oke, kita ikuti..

Ngeluh sama kerjaan?

Saat itu di suatu pagi dimana aku dapet panggilan wawancara di salah satu kantor cabang BUMN di kota perantauan waktu kuliah, banyak hal yang aku yakini itu skenario epic dari Allah terjadi. Jadwal wawancara jam 10 pagi. Karena waktu tempuh yang lumayan, aku berangkat dari rumah jam 7.30. Jelas sesampai di kota tujuan waktu untuk tiba di kantor masih longgar sekali. Setelah menyelesaikan urusan kekurangan pritilan berkas yang harus dibawa, aku mampir ke satu masjid favorit jaman kuliah. Masih jam 9 kurang sekian menit ketika setelah mengambil air wudhu aku masuk ke pintu jamaah putri. Ada sekitar 3 orang perempuan di dalam. Salah satunya ada di dekat tempatku sholat, sedang melantunkan ayat suci. Ketika selesai ritual dhuha, aku mundur menyenderkan bahu ke tembok belakang. Sambil membenarkan posisi kerudung, mbak-mbak yang baru saja selesai ngaji itu menyapaku, "Kerja dimana mba?".