Langsung ke konten utama

Aku rindu kita

Hai, semesta. Rupamu tak ubah mengagumkan, ya. Sulit diprediksi. Bahkan untuk merusuhi bagian krusial di dalam tubuhku ini. Ya, hati.
Aku ingin bercerita bahwa... saat ini, aku sering menjadi kalut akan aspek waktu dan finansial, tugas dan kesempatan, sehat dan istirahat, sepi dan ramai.
Pernah suatu kali aku melontarkan suatu tanya, which one better? Hemat waktu atau hemat uang? Salah satu sahabat menjawab dengan penyadaran bahwa uang itu bisa dicari, sedangkan waktu hanya ada saat ini. Jadilah jawaban pertanyaanku direalisasikan dengan menggilai waktu tanpa terlalu memikirkan pendukung finansialnya. Alhasil, aku seperti tertampar oleh yang aku bebankan sendiri. Ya, waktu. Karena dia aku rindu kita..
Dari waktu yang bersamaku seolah selalu berlomba maraton, tugas selalu menjadi bumerangnya. Inilah salah satu realisasi dari penghematan waktu itu. Dimana tugas akademik maupun non-akademik aku coba pikul sebisaku lari, sebisa jemariku menari, sebisa otakku meneliti. Sampai pada keasyikan itu membuyarkan kecamuk akan rindu. Kesempatan bertemu seolah jauh dari kata mampu. Karena itu, aku rindu kita..

Semestaku, aku rasa tak ada seorangpun yang tidak senang ketika semua bebannya ringan dan terlepas satu persatu. Maka dari itu, seiring berjalannya waktu yang membawa tugas itu sampai pada pelupuk mataku, aku berangsur gila. Ketidakwarasanku membuat hal yang sebenarnya seharusnya menjadi tugasku menurut prodi, menjadi menjalar di tubuh sendiri. Tidak bisa menjaga kesehatan. Waktu yang ada aku perhemat dengan menyelesaikan tugas sampai sehat aku kesampingkan. Ya Tuhan, maafkan. Aku ingin sekali istirahat, sebenarnya. Karenanya, aku rindu kita..

Semestinya aku bisa sangat bersyukur akan semua yang sudah aku sebutkan. Terimakasih, Tuhan, sungguh yang aku butuhkan selalu Engkau berikan lewat cara apapun. Bahkan lewat cara menyepikanku dari yang membuatku terlena. Padahal seharusnya aku bahagia dengan pengadaan waktu yang menjadikannya kesempatan untuk tugas-tugasku selesai. Tapi aku kesepian. Entahlah. Mungkin hanya bosan atau apa. Karena ramai yang ditunjukkan pada seharianku kini bukanlah yang aku rindukan. Tetap saja aku rindu kita..

Aku rindu kita; ibu, ayah, kakak, adik.
Rindu waktu di rumah yang dihabiskan dengan menonton, bergurau, olahraga bareng, berkebun, main air cuci mobil bareng, masak sampai makan bareng, karaoke, cover lagu, sholat berjamaah, sampai diskusi soal pilpres. Segimana prestisnya yang aku sebutkan itu yang aku rindukan disela waktuku disini,--yang jauh walau sebenarnya tak jauh. Catatan lain dari itu adalah, meski waktu terpakai banyak, kita tak perlu kemana-mana dan banyak uang. Cukup waktu yang mempersatukan. Selanjutnya biar saja kita yang menikmati. Ya, sesederhana itu. :)

Aku rindu kita; sahabat tiada tara, teman-teman menggila, tempat sampah curhatan labil, perusuh tempat nongkrong dimanapun kapanpun.
Rindu kesempatan makan bareng tanpa harus mengingat waktu, menggila karaoke bareng, guling-guling di kamar salah satu sekedar untuk mendengar salah satunya menggebu bercerita lininya, jalan-jalan, sampai merayakan ulang tahun bareng. Meski kebanyakan keliatannya hedon, bersama mereka bisa jadi obat manjur untuk istirahat otak. Hei, kalian, masihkah sama-sama punya kesempatan? Aku rasa semakin dewasa kesempatan kita dituntut ikut dewasa. Semoga tidak melupa akan kita, ya :')

Aki rindu kita; bersama kasur selama delapan jam setiap malamnya, makan makanan bergizi lengkap dan teratur setiap harinya, buah buahan tinggal ambil, dan lain sebagainya.

Aku rindu kita; keramaian ketika semua hal diatas ada... sekarang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karena Mahasiswa Sehat dari Masyarakat

Mahasiswa bukan hanya kata ‘maha’ di depan kata ‘siswa’. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan rakyat biasa, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Karena kedudukannya, mahasiswa sendiri menjadi memiliki banyak peran dalam kehidupan bermasyarakat, tidak terlepas dari bidang mereka masing-masing.

Navigasi

Senin yang ceritanya long weekend kemarin, aku dan bapake bertandang ke suatu tempat untuk tujuan tertentu. Ceritanya dapet kontak orang yang mau dituju di instagram nih. Yaudah aku hubungi lah dia. Setelah menceritakan maksud dan tujuan aku ingin berkunjung, si mbak yang menerima respon kontak memberikan infomasi arah ke alamat tujuan. Ceritanya di bio instagram dia udah ada info lokasi. Tapi cuma nama kecamatannya doang. Kutanya, sebelah mananya ya mba? Beliau bilang, "kalau dari arah kota perempatan pasar belok kiri, mba. nanti ketemu pertigaan, belok kiri lagi. Lurus aja terus nanti mentok nah itu rumahnya pas mentok jalan. Namanya mas ini" Oke, kita ikuti..

Ngeluh sama kerjaan?

Saat itu di suatu pagi dimana aku dapet panggilan wawancara di salah satu kantor cabang BUMN di kota perantauan waktu kuliah, banyak hal yang aku yakini itu skenario epic dari Allah terjadi. Jadwal wawancara jam 10 pagi. Karena waktu tempuh yang lumayan, aku berangkat dari rumah jam 7.30. Jelas sesampai di kota tujuan waktu untuk tiba di kantor masih longgar sekali. Setelah menyelesaikan urusan kekurangan pritilan berkas yang harus dibawa, aku mampir ke satu masjid favorit jaman kuliah. Masih jam 9 kurang sekian menit ketika setelah mengambil air wudhu aku masuk ke pintu jamaah putri. Ada sekitar 3 orang perempuan di dalam. Salah satunya ada di dekat tempatku sholat, sedang melantunkan ayat suci. Ketika selesai ritual dhuha, aku mundur menyenderkan bahu ke tembok belakang. Sambil membenarkan posisi kerudung, mbak-mbak yang baru saja selesai ngaji itu menyapaku, "Kerja dimana mba?".