Langsung ke konten utama

Apa artinya menjadi Bangsa Indonesia?

saya mengutip tulisan Pandji, yang kebetulan mangkir di inbox email saya pagi tadi. Semoga bermanfaat! Karena (orang-orang) Indonesia butuh yang seperti ini!

Oleh Pandji Pragiwaksono


Saudaraku bangsa Indonesia,
Hari ini kabar menyedihkan muncul ke permukaan. Sebuah tindakan terorisme kembali terjadi, kali ini di tengah jalan Thamrin. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini para pelaku bahkan baku tembak dengan pihak kepolisian.
Ada sebuah eskalasi. Ada sebuah perlawanan.
Pertanyaan utama di benak banyak adalah "Apa yang harus saya lakukan?" Lalu pertanyaan berikutnya bermunculan.
"Siapa?"
"Kenapa?"
"Terkait sidang siapa?"
"Perpanjangan kontrak apa?"
"Benarkah hashtag berpengaruh kepada IHSG & dolar?" (yang ini ternyata terbukti tidak ada dampaknya)

Sejujurnya, banyak di antara pertanyaan tadi tidak akan ditemukan jawabannya dalam waktu dekat. Terpenting & terutama, adalah memastikan anda & keluarga selamat. Atau, kabari mereka bahwa anda selamat. Pasti banyak yang menunggu kabar dengan cemas
Terpenting selanjutnya, adalah bersatu.
Reaksi orang macam macam, tidak semuanya sesuai dengan yang anda harapkan. Tapi, tentu tidak semua orang sama seperti anda. Bersabar & sadarlah bahwa terpenting adalah untuk tidak terpecah. Untuk bersatu. Utk padu dalam membuktikan kepada para pelaku. Bahwa dalam usahanya memecah belah kita, mereka tidak mampu.
Ketiga, bijak dalam menyebarkan informasi. Teroris itu tujuannya bukan hanya untuk membunuh. Tapi untuk menyebarkan rasa takut. 
Kalau anda menyebarkan kabar yang tidak jelas, tidak bisa dipertanggungjawabkan, juga menyebarkan foto foto yang hanya akan membuat orang takut seperti foto korban yang berdarah darah, sesungguhnya anda memenangkan keinginan teroris itu.
Lagipula, itu tidak perlu. Saya tidak menyebarkan foto berdarah darah karena kalau itu foto Ayah saya, sayapun tidak mau foto itu tersebar. Saya tidak mau dunia melihat Ayah saya seperti itu.

Saudaraku bangsa Indonesia,
Saya tidak ada bersama anda. Tapi semoga anda percaya, bahwa saya yang punya lagu "Kami Tidak Takut" sesungguhnya, takut. Terutama terhadap apa yang bisa terjadi kepada istri dan anak anak saya.
Rasa takut itu wajar.
Rasa takut itu sehat.
Rasa takut itu membuat kita waspada.
Yang kita harus lakukan bersama, secara kolektif, adalah menaklukan takut tersebut. Tidak sendirian. Bergandengan. Anda. Saya. Dia. Mereka. Bersatu. Bersama.
Karena melawan balik itu perlu. Menunjukkan sikap itu perlu. Karena keberanian itu menular. Optimisme tersebar. Dunia menanti apa tindakan kita selanjutnya sebagai bangsa yg merdeka
Mari tunjukkan, apa artinya menjadi Bangsa Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karena Mahasiswa Sehat dari Masyarakat

Mahasiswa bukan hanya kata ‘maha’ di depan kata ‘siswa’. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan rakyat biasa, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Karena kedudukannya, mahasiswa sendiri menjadi memiliki banyak peran dalam kehidupan bermasyarakat, tidak terlepas dari bidang mereka masing-masing.

Navigasi

Senin yang ceritanya long weekend kemarin, aku dan bapake bertandang ke suatu tempat untuk tujuan tertentu. Ceritanya dapet kontak orang yang mau dituju di instagram nih. Yaudah aku hubungi lah dia. Setelah menceritakan maksud dan tujuan aku ingin berkunjung, si mbak yang menerima respon kontak memberikan infomasi arah ke alamat tujuan. Ceritanya di bio instagram dia udah ada info lokasi. Tapi cuma nama kecamatannya doang. Kutanya, sebelah mananya ya mba? Beliau bilang, "kalau dari arah kota perempatan pasar belok kiri, mba. nanti ketemu pertigaan, belok kiri lagi. Lurus aja terus nanti mentok nah itu rumahnya pas mentok jalan. Namanya mas ini" Oke, kita ikuti..

Ngeluh sama kerjaan?

Saat itu di suatu pagi dimana aku dapet panggilan wawancara di salah satu kantor cabang BUMN di kota perantauan waktu kuliah, banyak hal yang aku yakini itu skenario epic dari Allah terjadi. Jadwal wawancara jam 10 pagi. Karena waktu tempuh yang lumayan, aku berangkat dari rumah jam 7.30. Jelas sesampai di kota tujuan waktu untuk tiba di kantor masih longgar sekali. Setelah menyelesaikan urusan kekurangan pritilan berkas yang harus dibawa, aku mampir ke satu masjid favorit jaman kuliah. Masih jam 9 kurang sekian menit ketika setelah mengambil air wudhu aku masuk ke pintu jamaah putri. Ada sekitar 3 orang perempuan di dalam. Salah satunya ada di dekat tempatku sholat, sedang melantunkan ayat suci. Ketika selesai ritual dhuha, aku mundur menyenderkan bahu ke tembok belakang. Sambil membenarkan posisi kerudung, mbak-mbak yang baru saja selesai ngaji itu menyapaku, "Kerja dimana mba?".