Langsung ke konten utama

Minimalis

Hampir setiap minggu pagi terhitung sejak November 2016, kupunya kegiatan baru yaitu buka lapak di CFDnya Banjarnegara. Dari mulai bangun sebelum subuh sampai angkut-angkut barang pagi-pagi buta udah bukan jadi hal asing. Pengalaman bangetnya ya itu, penataan barang yang seabrek karena ini jualan makanan, bangun pagi banget, dan menerjang dingin sambil berusaha cepet-cepetan nyampe TKP biar dapet tempat ngelapak yang yo’i.

Yang mau jadi fokusku untuk dibahas disini adalah soal pengalaman penataan barang selama sudah setahun lebih ngelapak di pinggir jalan minggu pagi. Jadi kami (diriku dan adik) jualan roti maryam yang dimana tinggal manggang aja di pan dan lalu dikasih topping yang tersedia. Setiap sabtu malam (karena kalau sebut malam minggu terkesan ehm ya gitulah soalnya kami nggak main) kami pasti persiapan mulai dari monitor stok bahan baku, peralatan, sampai kendaraan. Nah disini pembagian tugas berjalan. Dari saya yang fokus di persediaan stok bahan baku, catatan keuangan dan kendaraan, si adik kebagian tugas untuk operasional segala peralatan berikut penataannya di dalam kontainer.

Peralatan kami tidak banyak. Hanya meja untuk tempat meletakkan kompor dan penyajian, kompor dan gas itu sendiri, toples-toples isi topping, pritilan-pritilan alat masak, celemek, media promosi, dan bungkus produknya. Segala yang ada dan muat dimasukkan ke dalam kontainer berukuran sekitar 50x70cm lebar panjangnya. Sekilas tidak ada yang menarik dibahas dan terdengar sepele. Tapi pernah kejadian, karena sudah terbagi tugas demikian dan tiba-tiba suatu hari kuharus mempersiapkan semuanya sendiri tanpa adik, penataan barang menjadi tidak stabil. Aku rasa sudah punya nyawa ketika tugas dilimpahkan kepada seseorang lalu dilakukan orang lain memang jadi beda, yah. Hahaha

Begitu pula ketika suatu saat kami tukeran peran. Aku yang bagian menata peralatan, sisa tugas si adik yang handle. Dan, yak. Hasilnya beda. Hahaha. Sederhana, hanya saja feel yang didapat berbeda. Walaupun memang, pada akhirnya kami sama-sama belajar. Terutama aku, dalam hal penataan barang.

Seiring berjalannya waktu adik kuliah di luar kota dan saya sendirian, literally. Semakin kesini semakin minggu-minggu dilewati, penataan dalam ruang kontainer semakin padat. Entah yang itu kami berinovasi menambah jenis topping lah, macam nambah hal-hal yang belum ada lah, sampai benda media promosi yang bertambah pula. Model penataan diubah jadi serba minimalis. Apa-apa diselipin. Yang sudah tidak diperlukan disingkirkan. Tapi inilah yang kami butuhkan! Keefektifan tempat.

Kadang kita abai dengan hal-hal sesederhana itu. Padahal, dengan ber-minimalis kita bisa lebih bekerja efektif, lho. Contoh lain bisa juga diterapkan pada lemari pakaian kita. Coba buka lemari sekarang. Apakah merasa too much? Terlalu penuh karena penataannya belum oke? Baju terlalu banyak tapi yang dipakai itu-itu aja?

Bisa dicoba untuk re-orderly (duh apasih bahasanya) lemari kamu. Bisa dengan mengeluarkan semua isinya lalu menatanya kembali. Dari menata ulang itu sangat bisa terjadi kamu jadi menyadari kalau yaelah ini baju kemana aja eug cariin juga atau hal lain dimana kamu jadi ehmm ini kayaknya udah nggak muat deh.Eh ini juga udah jarang dipake tapi masih bagus.. Afkir aja kali ya buat anak-anak panti. Nah, dengan menata ulang dan bahkan mengurangi isi lemarimu, bisa bikin hidupmu lebih minimalis karena nggak lagi menyimpan barang yang sudah tidak digunakan terlebih bisa jadi beramal juga kalau bisa menyedekahkan baju-baju kamu yang masih bagus itu ke yang lebih membutuhkan. Lemarimu juga jadi lebih lega. Selain itu dengan punya barang yang tidak terlalu banyak dan hanya yang dibutuhkan saja akan jadi kebersyukuran tersendiri.

Coba kalau meja kerja atau meja belajarmu penuh sesak barang-barang tak bertuan... kayaknya kalau meja itu hidup, dia bakal kena sesak napas. Iya, nggak? J


Semacam self reminder penulis, bahwa hidup sederhana itu penting.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karena Mahasiswa Sehat dari Masyarakat

Mahasiswa bukan hanya kata ‘maha’ di depan kata ‘siswa’. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan rakyat biasa, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Karena kedudukannya, mahasiswa sendiri menjadi memiliki banyak peran dalam kehidupan bermasyarakat, tidak terlepas dari bidang mereka masing-masing.

Navigasi

Senin yang ceritanya long weekend kemarin, aku dan bapake bertandang ke suatu tempat untuk tujuan tertentu. Ceritanya dapet kontak orang yang mau dituju di instagram nih. Yaudah aku hubungi lah dia. Setelah menceritakan maksud dan tujuan aku ingin berkunjung, si mbak yang menerima respon kontak memberikan infomasi arah ke alamat tujuan. Ceritanya di bio instagram dia udah ada info lokasi. Tapi cuma nama kecamatannya doang. Kutanya, sebelah mananya ya mba? Beliau bilang, "kalau dari arah kota perempatan pasar belok kiri, mba. nanti ketemu pertigaan, belok kiri lagi. Lurus aja terus nanti mentok nah itu rumahnya pas mentok jalan. Namanya mas ini" Oke, kita ikuti..

Ngeluh sama kerjaan?

Saat itu di suatu pagi dimana aku dapet panggilan wawancara di salah satu kantor cabang BUMN di kota perantauan waktu kuliah, banyak hal yang aku yakini itu skenario epic dari Allah terjadi. Jadwal wawancara jam 10 pagi. Karena waktu tempuh yang lumayan, aku berangkat dari rumah jam 7.30. Jelas sesampai di kota tujuan waktu untuk tiba di kantor masih longgar sekali. Setelah menyelesaikan urusan kekurangan pritilan berkas yang harus dibawa, aku mampir ke satu masjid favorit jaman kuliah. Masih jam 9 kurang sekian menit ketika setelah mengambil air wudhu aku masuk ke pintu jamaah putri. Ada sekitar 3 orang perempuan di dalam. Salah satunya ada di dekat tempatku sholat, sedang melantunkan ayat suci. Ketika selesai ritual dhuha, aku mundur menyenderkan bahu ke tembok belakang. Sambil membenarkan posisi kerudung, mbak-mbak yang baru saja selesai ngaji itu menyapaku, "Kerja dimana mba?".