Langsung ke konten utama

Unconditional love, live, laugh.

Ternyata jadi full mom for my baby N dan full wifey buat mas suami adalah jalan ninjaku. Dulu waktu masih ngantor dan lagi ngadepin banyak program yang bikin stress akut, pernah (bahkan rada sering, deng) terbersit pikiran "Ya Allah jadi ibu rumah tangga aja ngurus rumah suami anak beres kayaknya enak ya" hahaha padahal kan ya semuanya wang sinawang. Pas gajian atau dapet jasa pelayanan ya memilih untuk mengubur cita-cita yang barusan terlontar. But Allah hear it, continues. So hello with me-in-either-now! Lepas tugas beneran dari kantor :)

Terhitung sejak awal tahun 2020 ini aku resmi jadi ibu rumah tangga. Melahirkan dara cantik nan ginuk-ginuk, sempat tinggal bersama mertua dengan new born dan kelemahanku, lalu kembali hidup bertiga di kontrakan di kota dimana aku dan suami bersatu. Ohya, dan tambahan pandemi corona ini yang menjadi huru hara tokoh drama dalam kehidupan kami. Ya kehidupan kita semua sih. 

Ada rasa haru yang mendalam karena saking bahagianya bisa merasakan mengurus semuanya sendirian. Capek? YAIYALAH MALIH. Hahaha. Tapi bagi yang pernah merasakan jadi ibu dan istri pasti tau. Entah ada kekuatan darimana yang membuat semuanya jalan aja, yang tadinya mikir ngga bisa ternyata bisa dibisa-bisain, dan tetap ceria karena ada faktor lucu-lucuannya anak. Ini karena Allah sayang hambaNya, pasti.

Alhamdulillah suami masih diberi kepercayaan dengan posisi yang sama. Hanya tiap akhir bulan aja ngeluh mulu karena yaaa siapa sih yang ngga capek sama lemburan hehehe. Karena sekarang hidup bertiga dan apa-apanya sendiri, aku jadi gampang terkagum sama suami sejak pindahan. Yang dulu bisa sampai aku nangis dulu untuk protes biar dia ikut turun tangan pas anak rewel, sekarang aku mau repot sebentar si ayah bisa betah ngajak main bayi yang besok udah mau 7 bulan ini. Bahkan sekarang kalau ayahnya baru masuk rumah pulang kerja, ini anak bayi bisa langsung senyum sumringah minta main. Hahaha. Gemeeeeyy 

Sejak anakku lahir, aku selalu wondering kebisaan dia nanti-nantinya. Kapan ya anak ini ngoceh-ngoceh? Kapan ya ini anak bisa angkat kaki terus ngemut jempol kakinya? Kapan sih MPASI aku pengen nyuapiiin! Mau ngga ya dia disuruh injek rumput? Geli ngga ya kalau diajak main pasir?

Ternyata semakin kesini rasanya "Lah cepet banget udah sebulan ini dia belajar makan bubur.." nggak kerasa, guys. Tambah ngga kerasa kalau yang diinget rutinitas nenen-bobo-pipis-poop-mandi-nenen-bobo gitu-gitunya aja. Padahal disela perkembangannya ada drama demam tinggi di umur 2 hari, kejedot lah, ASI seret lah, jatoh dari sofa terjerembab, terjun dari kasur pas masih lelap, belajar onggong-onggong jatohin kepala sehari 3x udah kayak minum obat, nyungsep hampir kelelep di ember mandi, muka kecakar-cakar sendiri karena ibu belum telaten motongin kuku, dst dst.

Mungkin ini yang orang-orang sebut unconditional love?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karena Mahasiswa Sehat dari Masyarakat

Mahasiswa bukan hanya kata ‘maha’ di depan kata ‘siswa’. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan rakyat biasa, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Karena kedudukannya, mahasiswa sendiri menjadi memiliki banyak peran dalam kehidupan bermasyarakat, tidak terlepas dari bidang mereka masing-masing.

Navigasi

Senin yang ceritanya long weekend kemarin, aku dan bapake bertandang ke suatu tempat untuk tujuan tertentu. Ceritanya dapet kontak orang yang mau dituju di instagram nih. Yaudah aku hubungi lah dia. Setelah menceritakan maksud dan tujuan aku ingin berkunjung, si mbak yang menerima respon kontak memberikan infomasi arah ke alamat tujuan. Ceritanya di bio instagram dia udah ada info lokasi. Tapi cuma nama kecamatannya doang. Kutanya, sebelah mananya ya mba? Beliau bilang, "kalau dari arah kota perempatan pasar belok kiri, mba. nanti ketemu pertigaan, belok kiri lagi. Lurus aja terus nanti mentok nah itu rumahnya pas mentok jalan. Namanya mas ini" Oke, kita ikuti..

Ngeluh sama kerjaan?

Saat itu di suatu pagi dimana aku dapet panggilan wawancara di salah satu kantor cabang BUMN di kota perantauan waktu kuliah, banyak hal yang aku yakini itu skenario epic dari Allah terjadi. Jadwal wawancara jam 10 pagi. Karena waktu tempuh yang lumayan, aku berangkat dari rumah jam 7.30. Jelas sesampai di kota tujuan waktu untuk tiba di kantor masih longgar sekali. Setelah menyelesaikan urusan kekurangan pritilan berkas yang harus dibawa, aku mampir ke satu masjid favorit jaman kuliah. Masih jam 9 kurang sekian menit ketika setelah mengambil air wudhu aku masuk ke pintu jamaah putri. Ada sekitar 3 orang perempuan di dalam. Salah satunya ada di dekat tempatku sholat, sedang melantunkan ayat suci. Ketika selesai ritual dhuha, aku mundur menyenderkan bahu ke tembok belakang. Sambil membenarkan posisi kerudung, mbak-mbak yang baru saja selesai ngaji itu menyapaku, "Kerja dimana mba?".