Langsung ke konten utama

Man Shabara Zhafira, yaiks \o/

Bayangkan jika pertemuan tak terdugamu dengan --katakanlah-- seseorang yang juga tak diduga itu berawal dan terproses pada hal yang tak pernah kau duga pula sebelumnya.  Yang aku tau hanya Tuhan tidak pernah tidak sengaja. Aku tidak lebih memilih menyebut ini proses sebenarnya. Maksudku bukan lebih. Lebih ke hal yang nantinya--mungkin--akan membuat korosi di dalam sini. Lagi.

Ah, aku memang terlihat masih terlalu takut, ya? Bukan karena itu aku jadi terlihat menutup diri juga untuk yang mau masuk. Dan bukan karena itu pula aku tetap terlihat seperti kaumku pada umumnya disaat seperti ini. Apa sih yang lebih menyenangkan dari keleluasaan mengatur diri sendiri, sedang disamping itu tetap bisa menggelak tawa dan menikmati detak ini dengan caraku sendiri?
Yaudahsih seharusnya aku nggak perlu memusingkan pada apa yang datang dan berproses. Toh ini hidup kan, dinamika awalku ditempat ini masih belum tertata memang, tapi aku rasa aku sudah bisa menemukan satu alasanku untuk--setidaknya-- menggambar lini apa inginku.
Kadang nggak sedikit dari itu hanya berupa luapan ucapan semata di dalam sini. Tapi bukan berarti nggak banyak juga yang aku semangatkan untuk ditata. Sekali lagi, ini hidup. Dan hidup itu kan proses. Dan proses itu kan bertahap. Tiap tahapan harus ada 'ancang-ancang' untuk persiapan maju, kan? :)
Bahwa tentang ada atau tidaknya yang melarang kita menoleh ke belakang itu seakan tak ada pengaruhnya sekarang. Nyatanya aku sedang sama sekali tidak ingin melakukannya. Bahkan secara tidak sengaja. Ah, kontaminasi hebat apa pula ini namanya kalau bukan teman-teman sejalan sepikiran yang begitu luar biasanya~
Mereka bisa saja menilaiku akan ini adalah berlebih. Biarlah, itu penilaian mereka. Mengerti atau tidak pun mereka akan tetap menjadi penghibur dan pendengar yang amat baik untukku meleburkan dongeng-dongeng menyebalkan yang tak jarang membuat mereka terbahak juga. Ah, teman selaksa tawa yang membuat lupa segala.
Malam itu aku diperdengarkan jelas bahwa hidup emang nggak bisa sendirian. Nggak bisa sendirian nggak harus berdua, kan? Yang rame emang lebih enak~ blaster~ #eh #mulaisableng
Tentang hidup yang lalu mulai terasa berantakan lagi itu bukan karena nggak ada yang ngebangunin pagi-pagi atau nggak ada yang ngingetin mandi. Hidupmu memang bukan hidupnya orang lain, kan? Nikmati ajalah dulu selagi bisa gila segila-gilanya kamu bisa tidur larut malam lalu bangun sebelum subuh dan tidur lagi tanpa harus ada yang memelingkan telinga pagi-pagi. Tetap bisa jadi perempuan calon ibu seperti yang lainnya saat bangun pagi dengan tanpa ritual pegang hape langsung cuci baju dan menanak nasi. Tetap bisa seperti mahasiswi berbakti lainnya yang setelah itu bisa melihat materi kuliah pagi. Because it's so priceless, you know~
Buat apalah galau. Sebuah kata yang belum lama ini tiba-tiba jadi power ranger di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Yang menurutku lebih diartikan sebagai wujud ketidakbersyukuran pada Allah. Karena, nikmat dariNya manakah yang engkau dustakan? Malu dong sama Allah, udah dikasih temen-temen yang luar biasa baik, keluarga terhebat, orang-orang yang mendekatimu dengan ikhlas memberi tanpa batas, waktu yang terus ada dan mengalir mengasihi, atmosfer menyenangkan dibalik kepahitan yang kemudian perlahan pergi, beban yang semakin manis bila dipandang dan diperlakukan manis, terlebih karena dirimu sendiri diciptakan untuk pemanis hidupmu sendiri..
Jadi gini deh, bukan bermaksud untuk pengajaran tapi hanya ingin berbagi luapan perasaan, semua bahasan diatas sebenarnya hanya peneman sabar. Karena barang siapa yang sabar akan beruntung(Man Shabara Zhafira). Sabar yang seakan membuat pembuluh darah menyempit saat yang membuat semangat hati ini dekat. Jangan, jangan dibuat sesak. Nikmatilah seakan itu takkan berakhir. Karena rasa nggak pernah bohong. aiih~ :3 *plak*
Bagi yang senasib sepenanggungan, sabar ya, waktu nggak akan habis ditelan sang raja tunggu kok. Bagaimanapun kau sembunyi, malam akan tetap sampai pagi. Bagaimanapun kau sembunyi, waktu akan tetap sampai di hati. #traktakdungdungceess~
sekian, dan aura kasih \o/ #EH

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karena Mahasiswa Sehat dari Masyarakat

Mahasiswa bukan hanya kata ‘maha’ di depan kata ‘siswa’. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan rakyat biasa, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Karena kedudukannya, mahasiswa sendiri menjadi memiliki banyak peran dalam kehidupan bermasyarakat, tidak terlepas dari bidang mereka masing-masing.

Navigasi

Senin yang ceritanya long weekend kemarin, aku dan bapake bertandang ke suatu tempat untuk tujuan tertentu. Ceritanya dapet kontak orang yang mau dituju di instagram nih. Yaudah aku hubungi lah dia. Setelah menceritakan maksud dan tujuan aku ingin berkunjung, si mbak yang menerima respon kontak memberikan infomasi arah ke alamat tujuan. Ceritanya di bio instagram dia udah ada info lokasi. Tapi cuma nama kecamatannya doang. Kutanya, sebelah mananya ya mba? Beliau bilang, "kalau dari arah kota perempatan pasar belok kiri, mba. nanti ketemu pertigaan, belok kiri lagi. Lurus aja terus nanti mentok nah itu rumahnya pas mentok jalan. Namanya mas ini" Oke, kita ikuti..

Ngeluh sama kerjaan?

Saat itu di suatu pagi dimana aku dapet panggilan wawancara di salah satu kantor cabang BUMN di kota perantauan waktu kuliah, banyak hal yang aku yakini itu skenario epic dari Allah terjadi. Jadwal wawancara jam 10 pagi. Karena waktu tempuh yang lumayan, aku berangkat dari rumah jam 7.30. Jelas sesampai di kota tujuan waktu untuk tiba di kantor masih longgar sekali. Setelah menyelesaikan urusan kekurangan pritilan berkas yang harus dibawa, aku mampir ke satu masjid favorit jaman kuliah. Masih jam 9 kurang sekian menit ketika setelah mengambil air wudhu aku masuk ke pintu jamaah putri. Ada sekitar 3 orang perempuan di dalam. Salah satunya ada di dekat tempatku sholat, sedang melantunkan ayat suci. Ketika selesai ritual dhuha, aku mundur menyenderkan bahu ke tembok belakang. Sambil membenarkan posisi kerudung, mbak-mbak yang baru saja selesai ngaji itu menyapaku, "Kerja dimana mba?".