Langsung ke konten utama

Times.

"Time is money" - entah siapa yang memulai menulis ini.
Sebagaimana kita menghargai waktu, hanya sebanding dengan bagaimana kita menghargai hidup ketika kita sedang kere alias ngga punya duit sama sekali. Kutipan diatas tadi jelas kita hapal diluar kepala. Saking di luar kepalanya sampai hilang mengentah kemana perginya. Karena ada saja ditiap sepersekian detik suatu hari melaju sesuai iramanya, manusia-manusia di bumi ini mengeluh akan waktu yang kurang lantas memenjarakan prasangka baik akan rejeki yang dicukupkan.

Bayangkan jika kita bekerja tidak digaji dengan uang melainkan dengan waktu. Sampai di kehidupan kita pergunakan transaksi pembayaran segala aspek menggunakan waktu. Orang berkecukupan bisa hidup dari  minggu ke minggu. Orang kekurangan bisa saja hanya dapat hidup dari hari ke hari bahkan jam ke jam. Konglomerat tak ayalnya bisa hidup seribu tahun lamanya, dengan dalil terus menjaga diri dari orang-orang jahat yang ingin mencuri harta berlimpahnya--waktu. Yah, itu semua ada di dalam film 'in time'. Dengan memegang dalil bahwa jika tidak kerja keras, kau tidak akan punya waktu. Dan jika tidak punya waktu, kau akan mati. Tidak ada yang harus jadi abadi, jika bahkan satu orang harus mati. Tidak seorang pun harus mati sebelum waktunya.
"Tidak ada harga atas waktu, tapi waktu sangat berharga. Memiliki waktu tidak menjadikan kita kaya, tetapi menggunakannya dengan baik adalah sumber dari semua kekayaan" - Mario Teguh
Begitu juga dengan masalah. Semesta ini penuh dengan masalah tiada henti. Sampai beribu-ribu proses penghapusan masalah pengucapan akan 'waktu akan menjawab semua' masih identik. Sudah banyak waktu yang menuturkan sedikit demi sedikit celah penerangan masalah yang kita hadapi sehari-hari. Pun pada kesedihan akan kenangan yang menahun, waktu akan segera menghapusnya. Tuhan masih terlalu baik untuk mengasihi kita lewat waktu dan pergerakannya. Kita memang berjalan begitu cepat dari jutaan detik lalu, dan ketika sesuatu yang membuatmu buruk datang, Tuhan senantiasa memberi selaksa bentangan waktu untukmu percaya semua akan kembali baik-baik saja.
"Waktu adalah keadilan yang menguji mereka yang bersalah." - Anonim
Ketika di keramaian, sering aku memperhatikan sekitar. Seperti aku yang saat itu hanya duduk termenung di jok belakang bus dalam perjalanan menuju perantauan bersebelahan dengan seorang bapak tua. Mungkin umurnya melewati 60 dan sudah mempunyai cucu. Siapa mengira, mungkin saja beliau sedang melakukan perjalanan penting untuk menemui anaknya di kota tetangga. Wajahnya mengantuk tapi terlihat teduh. Lain lagi dengan dua anak perempuan SMA yang berdiri di depanku. Mereka baru saja pulang sekolah. Terlihat raut muka lelah di salah satu dari mereka, dan raut muka semangat di salah satu lainnya. Aku tak sengaja diperdengarkan diskusi mereka tentang lini universitas. Si penyemangat terlihat antusias menceritakan keinginannya untuk masuk perguruan tinggi negeri di luar provinsi ketika si empunya lelah hanya bisa mengangguk dan tersenyum. Siapa mengira, mungkin selain lelah ia sedang ingin buang air. Tiada yang mengira juga kalau dia lamat-lamat memperhatikan seseorang satu kursi di depanku. Laki-laki hitam manis yang tak sadar sedang diperhatikan itu menancapkan headset ditelinga, lantas melihat gadgetnya lama. Siapa sangka, mungkin di ujung sana ada wanita lain yang sedang ia beri pertanda untuk sebuah rasa. Lihat, kernet bus tidak terlihat begitu bersemangat. Mungkin anaknya belum bayaran sekolah. Atau siapa tau kucing tetangganya meninggal tadi pagi. Waktu milik mereka juga milik kepemilikan ekspresi masing-masing. Aku--yang mungkin tiada yang menyangka memperhatikan mereka semua--pun memiliki ekspresi sendiri; tetap sedang mengayunkan pikiran untuk sebuah tulisan.

Manusia-manusia seperti mereka punya waktu masing-masing. Kadang, saat aku ingin mengeluh ketika dikerumunan orang-orang itu, aku lebih suka membayangkan apa yang kira-kira mereka rasakan. Aku bisa saja tak henti-hentinya menggerutu di dalam hati tentang tugas kuliah yang masih saja terus dikejar deadline, tanggung jawab kegiatan di kampus, atau masalah keuangan yang sungguh sering membuat ketidakdugaan. Aku sangat bisa hanya menghabiskan waktu dengan seperti itu di jalan. Tapi memperhatikan orang-orang dengan latar belakang berbeda seperti itu lebih mengasyikan. Tanpa disadari pula jadi bisa buat ladang kebersyukuran bahwa kita masih lebih beruntung dari kernet bus yang mungkin anaknya belum bisa bayar sekolah, tapi aku masih bisa kuliah sampai detik ini. Dari anak SMA yang kelelahan baru pulang sekolah sore hari dan naik bus, aku masih bisa pulang-pergi ke kampus naik sepeda motor yang meski jaraknya masih sangat bisa dijangkau sepatu. Atau dari laki-laki hitam manis itu, mungkin kisah kasihnya terlihat menggalau, tapi aku--meski tak punya pasangan--tetap bisa punya kisah yang manis-asem-asin, rame rasanya. Haha!

Untuk memahami makna satu tahun, tanyalah seorang siswa yang gagal dalam ujian kenaikan kelas
Untuk memahami makna satu bulan, tanyalah seorang ibu yang melahirkan bayi premature
Untuk memahami makna satu minggu, tanyalah ada buruh mingguan
Untuk memahami makna satu hari, tanyalah seorang pekerja dengan upah harian
Untuk memahami makna satu jam, tanyalah seseorang yang sedang menunggu seseorang lain
Untuk memahami makna satu menit, tanyalah seseorang yang ketinggalan kereta
Untuk memahami makna satu detik, tanyalah seseorang yang selamat dari kecelakaan
Untuk memahami makna satu mili detik, tanyalah seorang pelari yang meraih medali perak olimpiade

Mungkin saja mereka punya masalah lebih berat dariku, tapi mereka tetap berada. Membuat hidup tetap hidup walau waktu kadang tak bisa dibentuk. Ketika pencapaianmu terlalu jauh, jangan ubah skala dan waktumu, apalagi mimpimu. Tapi ubahlah cara untuk mencapainya, dengan menghargai waktu tentunya. Hidup ini terlalu berharga jika kamu hanya menjalani 'gaya hidup bertahan saja' dalam jangka waktu lama. Yuk, berbenah.. :)
"Ambil keputusan untuk tidak pernah tinggal diam. Orang tidak akan pernah mengeluh membutuhkan waktu lebih jika ia tidak pernah kehilangan waktu. Banyak hal yang bisa kita raih jika kita selalu bekerja melakukan sesuatu." - Thomas Jefferson

Komentar

  1. Aduh ini pencerahan banget :') Aku suka tulisanmu, bagus cara penyampaiannya. Akhir2 ini aku juga merasa kok orang lain terus maju sedangkan aku santai2 aja disini dan waktu terasa sangat lama. Padahal mimpi yg pengen aku kejar tinggi banget. Makasih ya, aku jadi semangat buat nyari jalan lain nih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. With pleasure.. Makasih juga udah mampir. Seneng bisa berbagi. Semoga sampai tujuanmu :)

      Hapus
  2. tiba2 nyetel lagu time of your life

    BalasHapus
  3. Sebuah tulisan yang bagus de!

    Terus berkarya de Ara !

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karena Mahasiswa Sehat dari Masyarakat

Mahasiswa bukan hanya kata ‘maha’ di depan kata ‘siswa’. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan rakyat biasa, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Karena kedudukannya, mahasiswa sendiri menjadi memiliki banyak peran dalam kehidupan bermasyarakat, tidak terlepas dari bidang mereka masing-masing.

Navigasi

Senin yang ceritanya long weekend kemarin, aku dan bapake bertandang ke suatu tempat untuk tujuan tertentu. Ceritanya dapet kontak orang yang mau dituju di instagram nih. Yaudah aku hubungi lah dia. Setelah menceritakan maksud dan tujuan aku ingin berkunjung, si mbak yang menerima respon kontak memberikan infomasi arah ke alamat tujuan. Ceritanya di bio instagram dia udah ada info lokasi. Tapi cuma nama kecamatannya doang. Kutanya, sebelah mananya ya mba? Beliau bilang, "kalau dari arah kota perempatan pasar belok kiri, mba. nanti ketemu pertigaan, belok kiri lagi. Lurus aja terus nanti mentok nah itu rumahnya pas mentok jalan. Namanya mas ini" Oke, kita ikuti..

Ngeluh sama kerjaan?

Saat itu di suatu pagi dimana aku dapet panggilan wawancara di salah satu kantor cabang BUMN di kota perantauan waktu kuliah, banyak hal yang aku yakini itu skenario epic dari Allah terjadi. Jadwal wawancara jam 10 pagi. Karena waktu tempuh yang lumayan, aku berangkat dari rumah jam 7.30. Jelas sesampai di kota tujuan waktu untuk tiba di kantor masih longgar sekali. Setelah menyelesaikan urusan kekurangan pritilan berkas yang harus dibawa, aku mampir ke satu masjid favorit jaman kuliah. Masih jam 9 kurang sekian menit ketika setelah mengambil air wudhu aku masuk ke pintu jamaah putri. Ada sekitar 3 orang perempuan di dalam. Salah satunya ada di dekat tempatku sholat, sedang melantunkan ayat suci. Ketika selesai ritual dhuha, aku mundur menyenderkan bahu ke tembok belakang. Sambil membenarkan posisi kerudung, mbak-mbak yang baru saja selesai ngaji itu menyapaku, "Kerja dimana mba?".