Langsung ke konten utama

Hidup bahagia itu (tidak) sederhana.

Sesederhana jalan kaki dari stasiun lempuyangan ke bawah fly over di jam setengah lima sore bareng orang yang tepat. Bergandengan tangan nyebrang rel kereta bareng dan ngga diduganya bersamaan pesawat lewat di atas kami. Bergabung dengan penikmat sore dibawah jembatan, angkringan dan berbungkus-bungkus nasi kucing jadi saksi betapa senyum dari masing-masing kami begitu merekah.

Seesederhana baca conversation with my parents in inbox. Entah ya, mungkin ini bener-bener yang namanya rasa sayang sama orang tua. Rasa ketergantungan sama mereka. Dan seemua rasa yg lebih undescribable buat mereka. Sesederhana cerita sehari-hari yang keluar dari masing-masing kami di sore santainya rumah, celoteh ayah adek yang bikin ngakak seharian, nasehat ibu yg kadang baru kadang berulang tapi pure bikin motivasi banget, nyanyi-nyanyi bareng, diskusi soal novel atau bahkan film baru,.. semuanya.

Sesederhana cuma bisa baca buku seharian atau nulis seharian atau foto-foto seharian. Mengitari gramedia seharian walau belum mandi, nulis kayak ginian di kamar dengan koneksi internet kebut-kebutan, bahkan mengejar mega jam setengah enam sore sampai stasiun sendirian.

Sesederhana tinggal pergi ke lapangan dan lompat-lompat disitu. hanya berteman bola basket dan sepatu ungu. Hanya meluapkan rasa lewat gerak bola yang berubah beraturan menuju ring.

Sesederhana bisa mengikuti kata hati buat ninggalin yang ngga pengen dan ikutin yang dipengen.. tapi aku baru sadar, sungguh bodohnya baru sadar, dunia ini tidak menyimpan semua hal sederhana.

what a life

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karena Mahasiswa Sehat dari Masyarakat

Mahasiswa bukan hanya kata ‘maha’ di depan kata ‘siswa’. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan rakyat biasa, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Karena kedudukannya, mahasiswa sendiri menjadi memiliki banyak peran dalam kehidupan bermasyarakat, tidak terlepas dari bidang mereka masing-masing.

Navigasi

Senin yang ceritanya long weekend kemarin, aku dan bapake bertandang ke suatu tempat untuk tujuan tertentu. Ceritanya dapet kontak orang yang mau dituju di instagram nih. Yaudah aku hubungi lah dia. Setelah menceritakan maksud dan tujuan aku ingin berkunjung, si mbak yang menerima respon kontak memberikan infomasi arah ke alamat tujuan. Ceritanya di bio instagram dia udah ada info lokasi. Tapi cuma nama kecamatannya doang. Kutanya, sebelah mananya ya mba? Beliau bilang, "kalau dari arah kota perempatan pasar belok kiri, mba. nanti ketemu pertigaan, belok kiri lagi. Lurus aja terus nanti mentok nah itu rumahnya pas mentok jalan. Namanya mas ini" Oke, kita ikuti..

Ngeluh sama kerjaan?

Saat itu di suatu pagi dimana aku dapet panggilan wawancara di salah satu kantor cabang BUMN di kota perantauan waktu kuliah, banyak hal yang aku yakini itu skenario epic dari Allah terjadi. Jadwal wawancara jam 10 pagi. Karena waktu tempuh yang lumayan, aku berangkat dari rumah jam 7.30. Jelas sesampai di kota tujuan waktu untuk tiba di kantor masih longgar sekali. Setelah menyelesaikan urusan kekurangan pritilan berkas yang harus dibawa, aku mampir ke satu masjid favorit jaman kuliah. Masih jam 9 kurang sekian menit ketika setelah mengambil air wudhu aku masuk ke pintu jamaah putri. Ada sekitar 3 orang perempuan di dalam. Salah satunya ada di dekat tempatku sholat, sedang melantunkan ayat suci. Ketika selesai ritual dhuha, aku mundur menyenderkan bahu ke tembok belakang. Sambil membenarkan posisi kerudung, mbak-mbak yang baru saja selesai ngaji itu menyapaku, "Kerja dimana mba?".