Langsung ke konten utama

Menteri Kesehatan baru, perjuangan baru.

Baru sore tadi kita mengetahui bersama bahwa era Kepemimpinan Presiden dan Wakil Presiden baru yaitu Bapak Joko Widodo dan Jusuf Kalla mengumumkan kabinet barunya. Sudah pasti nama yang diusung untuk menjadi Menteri Kesehatan barulah yang ditunggu-tunggu oleh kita para pegiat di bidang kesehatan. Setelah beberapa nama terdengar sebagai calon kuat Menteri Kesehatan, ternyata yang muncul dan disebut Presiden Joko Widodo adalah Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. Moeloek, SpM (K).
Nila Moeloek, begitu panggilan akrab wanita ini, lahir di Jakarta, 11 April 1949. Beliau adalah seorang Guru Besar dan Ketua Medical Research Unit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Selain itu, dokter spesialis tumor mata yang cantik, ramah, energik dan cerdas, ini juga aktif dan menjabat sebagai Ketua Umum Dharma Wanita Persatuan , anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI), anggota Persatuan Dokter Mata Indonesia (Perdami), anggota International Society Orbital Disorder, Oculoplastic and Lacrimal Surgery, Ketua BPK PP Perdami dan Ketua/Anggota Seminat Tumor Mata-Plastik Rekonstruksi Perdami.
Dokter ahli bedah mata asal Sumatra Selatan berdarah Minang itu mengikuti jejak suaminya di kursi Menteri Kesehatan. Suaminya Prof. Dr. dr. H. Farid Anfasa Moeloek, Sp.OG, adalah mantan Menteri Kesehatan Kabinet Pembangunan VII (Presiden Soeharto) dan Kabinet Reformasi Pembangunan (Presiden BJ Habibie). Meski sebelumnya sempat tidak jadi disebutkan untuk menjadi Menteri Kesehatan pada Kabinet Indonesia Bersatu jilid 2 oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono karena satu dan lain hal. Namun Ibu Nila justru menjadi Utusan Khusus Presiden RI untuk Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2009-2014.
Beberapa saat setelah diumumkan Ibu Nila menyebutkan bahwa para calon menteri sebelum diumumkan mendapat arahan dari Presiden untuk menunggu dan melihat program yang ditetapkan. Setelah itu akan dijabarkan untuk masing-masing kementerian. Menurut Ibu Nila yang paling penting ke depan adalah tetap mengedepankan perlunya promosi dan pencegahan berbagai penyakit. "Sebenarnya kesehatan itu bagaimana menjaga kesehatan. Pencegahan lebih baik. Tidak boleh menunggu. Kuratif akan menelan biaya lebih besar," kata Ibu Nila pada KompasTV di Istana Negara, Minggu (26/10/2014).
Indonesia baru saja memilih pendekar-pendekarnya untuk berjuang dan berevolusi. Bersama membangun sejarah baru dalam era pergulatan mental yang kuat dan berat. Kita tahu inilah saat baru yang ditunggu-tunggu untuk perubahan Indonesia dan kesehatannya yang semakin maju. Selamat bertugas dan mengemban amanah, Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. Moeloek, SpM(K). Selamat menjalankan program baru yang benar-benar mengedepankan aspek promotif dan preventif. Semoga program-programnya dapat berjalan sinergis dan Indonesia semakin sehat.

Salam sehat dan cinta dari kami, anak-anakmu, Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia. J

Dimuat dalam laman www.ismkmi.org

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Times.

"Time is money" - entah siapa yang memulai menulis ini. Sebagaimana kita menghargai waktu, hanya sebanding dengan bagaimana kita menghargai hidup ketika kita sedang kere alias ngga punya duit sama sekali. Kutipan diatas tadi jelas kita hapal diluar kepala. Saking di luar kepalanya sampai hilang mengentah kemana perginya. Karena ada saja ditiap sepersekian detik suatu hari melaju sesuai iramanya, manusia-manusia di bumi ini mengeluh akan waktu yang kurang lantas memenjarakan prasangka baik akan rejeki yang dicukupkan.

Karena Mahasiswa Sehat dari Masyarakat

Mahasiswa bukan hanya kata ‘maha’ di depan kata ‘siswa’. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan rakyat biasa, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Karena kedudukannya, mahasiswa sendiri menjadi memiliki banyak peran dalam kehidupan bermasyarakat, tidak terlepas dari bidang mereka masing-masing.

Mas Bowo - Teman pesantren menulis yang keren bersama Perpusdes Merden

Namanya Arif Wibowo. Teman pesantren menulisku di merden kali ini lelaki jeblosan perangkat desa Merden. Lelaki yang biasa dipanggil Mas Bowo ini merupakan salah satu pengelola perpustakaan desa Merden. Perpustakaan ini tidak seperti perpustakaan desa, karena saking kerennya, seperti perpustakaan kampus kalau menurut saya.