Langsung ke konten utama

Hardiknas


Selamat hari pendidikan nasional.
Semoga bukan hanya harinya saja yang di'selamat'kan, tapi pendidikannya sendiri pun. Setiap tahun saja kita begini. Mengucapkan selamat, merayakan, meng-upacara-i, lantas pada akhirnya menggembor-gemborkan bobrohnya itu semua sebagai wujud evaluasi. Tak pernah berhenti. Bahkan mau segimana lantangnya kita orasi atau segimananya aksi sepertinya Pak M. Nuh akan tetap bisa tidur nyenyak merajut mimpi.

Pendidikan dianggarkan 20% bagian dari APBN. Walaupun ngga bisa dikira seberapa beeesarnya itu duit APBN, pasti udah bisa kepikir kalau 20%nya besar banget dong buat satu aspek kehidupan yang bisa dibilang paling dinomor-satukan ini? Tapi ironisnya, sistem demi sistem dicanangkan dengan gamblangnya melenggang tanpa pandang bulu. Pendidikan dari tingkat seragam merah putih sampai yang tidak berseragam pun melambung tinggi dalam hal pembiayaan. Disisi lain bantuan operasional tetap berjalan sesuai dengan sistem yang diberlakukan. Belum lagi dengan sekolah-sekolah yang mempredikatkan dirinya sebagai sekolah bertaraf internasional maupun yang masih rintisan, yang sebelum ini malah sudah dihapuskan. Dan dengan perguruan tinggi yang oleh om dikti diberi kebijakan baru tentang sistem pembiayaannya yaitu UKT(Uang Kuliah Tunggal). Diluar yang bisa pada sekolah-kuliah, saudara-saudara kita di pelosok yang bangunan(ngga tega nyebut gedung) sekolahnya rusak-rusak peyot gitu juga tak terlihat berhasil disentuh pihak-pihak yang berwajib dalam hal ini. Itu semua murni serempetan tentang ke-rupiah-an. Dari situ pula yang paling sering jadi bahan isu publik yang nggak pernah ada habisnya. Kembali pada kalimat pertama paragraf ini, aturan pendidikan kita bisa kaya dong?
Kalau mau diusut lebih dalam lagi pasti masih banyak masalah yang terpublish maupun yang engga. Tapi berasa jadi penuntut banget nggak sih kalau caranya ngedukin masalah terus? Sekarang gini, kita nuntut pendidikan tapi belajar aja ogah-ogahan. Kita maunya kampus bener tapi kuliah aja asal setor muka sama dosen. Kita pengen dapet sesuatu dari jenjang pendidikan ini tapi kitanya aja ngga ngasih timbal balik apa-apa. Realistis aja sih. Jangan tanya kamu udah dapet apa disini, tapi tanyakan pada dirimu sendiri kalau, udah kasih apa sih kamu selama disini?
Jika kamu pengen ngerubah sistem maka masuklah ke dalam sistem itu. Walaupun kita masih belum bisa duduk di kursi badan eksekutif negara di atas sana, sebagai rakyat biasa kita bisa masuk ke sistem mereka. Lewat hal-hal kecil yang memang ngga terlihat terdengar dan terasakan aja lah. Misal saat ujian yang lain cari kunci jawaban dengan berbagai cara sampe kayang jungkir balik sambil minum yakult tiga kali sehari pun, buatlah kamu tetap pada aturan yang berlaku. Bahwa sebenarnya sistem ngga akan jadi salah kalau oknum dalam ngga bermasalah, kan?
Anyway, timbal balik harus tetap ada. Kalau hidupmu mau banyak rasa, ya cukup yang manis-manis aja lah.
Untuk Bapak Menteri Pendidikan yang baik, Pak M.Nuh, kalau bapak ingin lebih tidur nyenyak lihat dengar dan rasakan atmosfer satu aspek ini dengan seksama pak. Tiga puluhan propinsi punya potensi yang sangat besar buat cerdasnya kehidupan bangsa. Kami minta dikepakkan sayapnya secara bersama-sama, secara merata. Terimakasih untuk sistem yang selama ini sudah ada. Kami cinta Indonesia.
2 Mei 2013, 19.42 WIB

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Times.

"Time is money" - entah siapa yang memulai menulis ini. Sebagaimana kita menghargai waktu, hanya sebanding dengan bagaimana kita menghargai hidup ketika kita sedang kere alias ngga punya duit sama sekali. Kutipan diatas tadi jelas kita hapal diluar kepala. Saking di luar kepalanya sampai hilang mengentah kemana perginya. Karena ada saja ditiap sepersekian detik suatu hari melaju sesuai iramanya, manusia-manusia di bumi ini mengeluh akan waktu yang kurang lantas memenjarakan prasangka baik akan rejeki yang dicukupkan.

Karena Mahasiswa Sehat dari Masyarakat

Mahasiswa bukan hanya kata ‘maha’ di depan kata ‘siswa’. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan rakyat biasa, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Karena kedudukannya, mahasiswa sendiri menjadi memiliki banyak peran dalam kehidupan bermasyarakat, tidak terlepas dari bidang mereka masing-masing.

Mas Bowo - Teman pesantren menulis yang keren bersama Perpusdes Merden

Namanya Arif Wibowo. Teman pesantren menulisku di merden kali ini lelaki jeblosan perangkat desa Merden. Lelaki yang biasa dipanggil Mas Bowo ini merupakan salah satu pengelola perpustakaan desa Merden. Perpustakaan ini tidak seperti perpustakaan desa, karena saking kerennya, seperti perpustakaan kampus kalau menurut saya.