Langsung ke konten utama

Curhatan itu bernama rindu

19.19
15/08/2013
Selamat bertemu lagi, Purwokerto. Baru dua minggu aku meninggalkanmu. Tapi rindu belum juga muncul. Ah, iya. Ini terlalu cepat. Meskipun tidak ingin telat.
Tapi ini sungguh terlalu cepat untuk rindu yang ada di rumah. Aku tak mengerti apa ini namanya. Harusnya perasaan ini ada saat aku jadi maba setahun silam. Tapi semua jadi keterbalikkan. Entahlah.
Entah hanya karena alasan tekanan yang ada sekarang atau apa.

Hina sekali aku ini.. jarang bersyukur! Apa-apaan!
'Kamu masih bisa pulang naik motor yang kapanpun bensinnya habis kamu bisa beli. Kamu masih bisa pulang. Bahkan disamping anak-anak yang minta-minta di lampu merah yang kamu lirik pun tidak pernah. Mungkin saja mereka tak punya rumah.
Kamu masih bisa makan apapun kamu mau. Kamu masih bisa makan. Apapun dengan harga berapapun. Kamu punya uang berlimpah, sekarang. Sampai bingung mau dibelanjakan apa saja. Istighfar.. Bahkan anak penyandang polio yang hanya bisa makan pakai 3 jari tangan kiri itu, ia masih bisa senyum setiap hari. Kamu? Ngapain nangis?
Kamu masih bisa terima transfer uang bulanan sampai uang bayar kuliah. Kamu masih bisa dapet itu dari orang tua. Masih merasa kurang setiap harinya? Bahkan kau masih bisa mengeluh di depan temanmu yang tak bisa melanjutkan kuliahnya karena masalah ekonomi keluarga.. Macam apa ini.
Kamu mungkin masih bisa melepas rindu dengan siapapun lewat ponsel pintar itu. Kamu masih bisa berkicau. Tanpa sadar itu membuat yang dekat menjadi jauh. Lantas pergi kemana yang menamai dirinya kesederhanaan?'
Aku tak mengerti betul apa yang berkecamuk disini *nunjuk hati*
Aku bukannya tak kuat, Bu. Hanya saja.. takut. Takut jalan di depan keliatannya gelap. Aku perlu peneman. Peneman yang bukan sama-sama takut. Aku perlu penyemangat. Penyemangat yang dekat dan mendekatkan.
Aku perlu alasan menyenangkan untuk ada disini sekarang..
Aku perlu.. kamu, Ibu. Untuk sekedar tepukan pundak dan nasihat dalam diam. Bahkan untuk marah yang menyadarkan sekalipun.
Atau mungkin aku akan tetap (perlu) alasan menggurau lain agar tetap terjaga disini..
19.50
masih dengan sesenggukan

Komentar

  1. Aslkm.....!

    Bagaimana kabar de?

    BalasHapus
  2. Wa'alaikumsalam
    Alhamdulillah kabar baik, mas lukman :)
    mas apa kabar? masih on blog terus nih~

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karena Mahasiswa Sehat dari Masyarakat

Mahasiswa bukan hanya kata ‘maha’ di depan kata ‘siswa’. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan rakyat biasa, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Karena kedudukannya, mahasiswa sendiri menjadi memiliki banyak peran dalam kehidupan bermasyarakat, tidak terlepas dari bidang mereka masing-masing.

Navigasi

Senin yang ceritanya long weekend kemarin, aku dan bapake bertandang ke suatu tempat untuk tujuan tertentu. Ceritanya dapet kontak orang yang mau dituju di instagram nih. Yaudah aku hubungi lah dia. Setelah menceritakan maksud dan tujuan aku ingin berkunjung, si mbak yang menerima respon kontak memberikan infomasi arah ke alamat tujuan. Ceritanya di bio instagram dia udah ada info lokasi. Tapi cuma nama kecamatannya doang. Kutanya, sebelah mananya ya mba? Beliau bilang, "kalau dari arah kota perempatan pasar belok kiri, mba. nanti ketemu pertigaan, belok kiri lagi. Lurus aja terus nanti mentok nah itu rumahnya pas mentok jalan. Namanya mas ini" Oke, kita ikuti..

Ngeluh sama kerjaan?

Saat itu di suatu pagi dimana aku dapet panggilan wawancara di salah satu kantor cabang BUMN di kota perantauan waktu kuliah, banyak hal yang aku yakini itu skenario epic dari Allah terjadi. Jadwal wawancara jam 10 pagi. Karena waktu tempuh yang lumayan, aku berangkat dari rumah jam 7.30. Jelas sesampai di kota tujuan waktu untuk tiba di kantor masih longgar sekali. Setelah menyelesaikan urusan kekurangan pritilan berkas yang harus dibawa, aku mampir ke satu masjid favorit jaman kuliah. Masih jam 9 kurang sekian menit ketika setelah mengambil air wudhu aku masuk ke pintu jamaah putri. Ada sekitar 3 orang perempuan di dalam. Salah satunya ada di dekat tempatku sholat, sedang melantunkan ayat suci. Ketika selesai ritual dhuha, aku mundur menyenderkan bahu ke tembok belakang. Sambil membenarkan posisi kerudung, mbak-mbak yang baru saja selesai ngaji itu menyapaku, "Kerja dimana mba?".