Langsung ke konten utama

Siaran lagi

Bermula dari dialog meja makan. Ceplosanku ke ibu dengan kalimat "Bu, aku kangen siaran." berakhir di balik meja siar salah satu radio di kampung halaman sendiri. Nggak ada yang mengira. So do I.


Hal mengejutkan datang sejak hari dimana aku melayangkan surat lamaran. Hari itu hari Jumat. Sekitar jam 10 aku keluar rumah dengan sudah berbekal surat lamaran (yang diketik) dan CV. Sambil jalan keluar rumah aku ke studio foto dulu untuk cetak foto.

Jadi di kampung halamanku ada 3 radio yang aktif dan terkenal (penting dibahas terkenalnya) Di perjalanan aku mikir, mau apply ke radio mana ya? Singkat cerita ini keputusan bener-bener muncul di jalan, aku akhirnya ke salah satu radio dari 3 radio yang ada. Pertimbangannya lumayan sih, salah satunya ini bukan radio swasta. Entah sebuah kebenaran atau kesalahan atau keberuntungan aku masih belum bisa menyimpulkan bahkan sampai detik ini aku masih disibukkan oleh jam siaran yang... ya begitulah tau lah ya namanya juga entertain. Hehehe.

Jadilah aku ke radio ini. Ketemu sama orang kantor dengan polosnya aku bilang, "Saya mau coba nglamar jadi penyiar disini apa bisa?" Hahaha. Dengan terheran-heran plus senang, salah satu orang kantor radio yang sekarang aku lebih suka memanggilnya Mba Shinta mengajakku duduk berdua. Langsung lah ditanya-tanya kenapa mau siaran disitu, pernah ada pengalaman apa, dan pertanyaan klasik lain seperti rumahnya dimana, kuliah dimana, dan pacarnya siapa. Eh? Yakali.

Sempat dibilang "wah suaramu guedi (re:besar/gede. Orang sini kalau ngomong suka dilebih-lebihkan) juga ya" dan langsung disuruh test voice. Yak. Aku dimasukkan ke ruang produksi dan langsung disuruh rekaman. Gaya siaran di radio sebelumnya keluar. Tapi pada akhirnya disukai. Lanjut lamaranku diubah jadi tulis tangan, langsung diserahkan ke pimpinan, dan nggak sampai seminggu kemudian ada yang telpon langsung bilang, "Mbak besok pagi bisa ke kantor ketemu saya?" JEDER.

Benarlah. Aku di interview (lebih mirip mertamu sih bukan interview karena malah jadi diskusi banyak hal sama bapaknya yang nemuin aku hahaha) sama salah satu tetua di kantor. Langsung disuruh ikut training minggu depannya. Langsung dibawa keliling kantor buat kenalan dan orientasi medan. Minggu depannya selama kurang lebih 2 minggu aku training. Kegiatannya? Rekaman, VO iklan, belajar operating, ngobrol banyak sama penyiar-penyiar senior lain, dan banyak lagi.

Siaran di tempat baru kali ini menurutku tantangan tersendiri.

Dari hari dimana aku berniat mengirimkan lamaran kerja di radio itu sampai sekarang jalan hampir 4 bulan menetap selalu saja ada kejutan datang. Fans langsung bermunculan. Oke, ini bukan sombong tapi suatu kebenaran dan aku merasa sedikit risih karena baru pernah dibeginikan. Lalu aura 'kantor' lebih terasa. Ya, karena ini radio pemerintah dan berhubungan langsung sama dinas. Masalah-masalah kecil di internal. Sedikit banyak dapet ilmu improve siaran, memperluas topik, sampai belajar suka dengerin lagu dangdut! Hahaha. Secara ini radio ngga melulu program anak muda mulu, kan, jadi ya mau ngga mau harus mengikuti SOP.

Apakah aku akan terus ada di dunia broadcast seperti ini? Who knows.. yang pasti ngga ada orang yang ngga ingin punya kerja sesuai dengan apa yang dicintai dan ditekuni. Setidaknya usahaku untuk meneruskan hobi yang dibayar dan tidak nganggur tersalurkan. Hehehe. Peace.

Bagaimanapun, pernah punya mimpi ya harus dipernahkan untuk mewujudkannya. Entah bagaimana jalan yang kamu tempuh. Kalau kamu kira jalanku ngga keren dengan menilai aku cuma kerja di radio di kota kecil macem ini, so what? So what you can do for your dream if you even can judge me like that? Yang ngga keren itu yang diem aja. Itu baru.. ngga ada karya yang langsung keren. Ngga ada kerjaan yang pertama didapet langsung keren. Ngga ada posisi dalam suatu instansi langsung tinggi. Yak kecuali korupsi. Semua kembali kepada bagaimana kamu mau memulai atau enggak. Dan yang terpenting punya dukungan. Karena kalau mimpi kamu pendem sendiri dan tidak di share atau minimal minta ijin ke ortu, ya percuma. Kalau ibarat mimpi kamu itu pengen hidup, dukungan itu nyawanya. Ceilah. Yang penting adalah orang tua. Selagi itu positif dan tidak membunuh karakter, aku yakin banget orang tua kamu pasti mendukung. Apalagi kalau kamu dan orang tua kamu udah squad banget ada pada satu benang merah hobi dan kesukaan yang sama.

Kalau sekitar kamu ignorance tanpa alasan sih ya... tetep jalan aja terus! ;)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karena Mahasiswa Sehat dari Masyarakat

Mahasiswa bukan hanya kata ‘maha’ di depan kata ‘siswa’. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan rakyat biasa, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Karena kedudukannya, mahasiswa sendiri menjadi memiliki banyak peran dalam kehidupan bermasyarakat, tidak terlepas dari bidang mereka masing-masing.

Navigasi

Senin yang ceritanya long weekend kemarin, aku dan bapake bertandang ke suatu tempat untuk tujuan tertentu. Ceritanya dapet kontak orang yang mau dituju di instagram nih. Yaudah aku hubungi lah dia. Setelah menceritakan maksud dan tujuan aku ingin berkunjung, si mbak yang menerima respon kontak memberikan infomasi arah ke alamat tujuan. Ceritanya di bio instagram dia udah ada info lokasi. Tapi cuma nama kecamatannya doang. Kutanya, sebelah mananya ya mba? Beliau bilang, "kalau dari arah kota perempatan pasar belok kiri, mba. nanti ketemu pertigaan, belok kiri lagi. Lurus aja terus nanti mentok nah itu rumahnya pas mentok jalan. Namanya mas ini" Oke, kita ikuti..

Ngeluh sama kerjaan?

Saat itu di suatu pagi dimana aku dapet panggilan wawancara di salah satu kantor cabang BUMN di kota perantauan waktu kuliah, banyak hal yang aku yakini itu skenario epic dari Allah terjadi. Jadwal wawancara jam 10 pagi. Karena waktu tempuh yang lumayan, aku berangkat dari rumah jam 7.30. Jelas sesampai di kota tujuan waktu untuk tiba di kantor masih longgar sekali. Setelah menyelesaikan urusan kekurangan pritilan berkas yang harus dibawa, aku mampir ke satu masjid favorit jaman kuliah. Masih jam 9 kurang sekian menit ketika setelah mengambil air wudhu aku masuk ke pintu jamaah putri. Ada sekitar 3 orang perempuan di dalam. Salah satunya ada di dekat tempatku sholat, sedang melantunkan ayat suci. Ketika selesai ritual dhuha, aku mundur menyenderkan bahu ke tembok belakang. Sambil membenarkan posisi kerudung, mbak-mbak yang baru saja selesai ngaji itu menyapaku, "Kerja dimana mba?".