Teman-teman LPPL Radio Suara Banjarnegara |
Kalau kata kisah, tidak ada hijrah yang mudah. Hijrah Nabi dari Mekah ke Madinah adalah 'percobaan' ketiga setelah dua peristiwa hijrah sebelumnya, ke Abisina dan ke Thaif yang tak mendapatkan sambutan yang ramah.
Pun perjalanan hijrah itu sendiri bukanlah sesuatu yang gampang. Bayangkan saja, sebuah perjalanan sepanjang 250 mil, di bawah terik matahari jazirah, melalui jalur yang tak biasa di tengah gurun pasir, dengan perbekalan dan 'alat transportasi' seadanya.Pun harus terus-menerus menghindar dari ancaman musuh yang selalu memburu dan ingin membunuh para rombongan.
Apakah segalanya berjalan mulus-mulus saja ketika sang Nabi telah tiba di Madinah? Kita membaca sejarah bahwa penduduk Madinah, kaum Muhajirin dan Anshar, menyambut kedatangan Nabi dengan penuh suka cita setibanya di sana. Namun sebenarnya itu sambutan selamat datang saja. Setelah itu, Nabi harus menghadapi masa transisi yang sulit, perlu kerja, dan kesabaran ekstra untuk menjalani semuanya.
Mungkin yang aku alami sekarang tidak seluar biasa itu. Atau malah sangatlah biasa. Tapi tetap yang namanya berpindah adalah hal yang berat. Walau bagaimanapun itu menuju sesuatu yang lebih baik dan menyamankan. Kalau hijrah menuju ke yang tidak naik kelas, bisa jadi tidak begitu kerasan bagaimana prosesnya, dan tidak bisa dikatakan sebagai hijrah. Sebagai contoh, pada saat masih kuliah, di semester 5-7 adalah masa-masa kejayaan dimana rajin kuliah, project organisasi dan UKM seabrek, tapi semuanya menyenangkan dan membuatku bisa menabung pengalaman. Menginjak semester 8, tiba-tiba hantu malas mulai terasa padahal harusnya rajinnya dinaik kelaskan. Ketika itu, tidak terasa kualitas semakin menurun, bahkan sampai jatuh sakit.
Jadi begitu terharunya ketika rejeki Allah datang begitu cepat dan tidak terduga. Terhitung mulai awal Februari aku mendapat SK (Surat Keputusan) untuk ditempatkan kerja di institusi yang linier dengan prodiku. Setelah melewati proses menuju itu ternyata rejeki berpihak. Alhamdulillah.
Disamping rasa haru ada rasa sedih dan takut yang lebih besar bergerumul. Jelas saja, siapa yang nggak sedih harus tega meninggalkan yang katanya pekerjaan asyik karena 'hobi yang dibayar'? Tapi setiap dari kita pasti punya pertimbangan. Aku yakin. Walaupun banyak hal yang menyela minta diributkan karena suatu hal yang harus kita pilih, hati akan selalu punya ruang untuk menentukan.
"Boleh jadi kau membenci sesuatu padahal itu amat baik bagimu. Boleh jadi kau menyukai sesuatu padahal itu amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." - QS Al Baqarah: 216.
Ya begitulah. Kata orang sih kalau udah lulus harus mulai melepas idealisme. Hidup nggak pakai teori banget kayak di kelas. Luas pikiran bisa dilihat dari bagaimana kita menilai pekerjaan yang tidak linier dengan dasar pendidikan yang diampu itu bukan suatu kesalahan. Bisa jadi kita mencintai satu hal tapi ternyata itu tidak baik dan sebaliknya. Ini menjadi pecut buatku sendiri sekarang ternyata. Dulu waktu jaman kuliah, aku nggak suka sama satu bidang mata kuliah, eh tapi rejeki kerjaan yang dikasih sekarang ada di bidang mata kuliah itu. Allah Maha Memberi Kejutan, memang.
Bagi sebagian orang, posisiku sekarang tidaklah mentereng atau luar biasa perlu dibanggakan. Tapi bagi sebagian orang termasuk aku sendiri, setiap posisi tidak ada yang salah selagi itu bermanfaat dan tidak merugikan orang lain. Terlebih bagi sebagian besar orang, pekerjaan dedikasi adalah ibadah kemasyarakatan. Mulai bersyukur adalah langkah penting untuk setiap proses yang ada. Yang penting harus sadar, Allah tau apa yang kita butuhkan. Amanah tidak pernah salah memilih tuannya. Mohon doanya untuk bisa terus lebih baik.
Teman-teman tenaga Promosi Kesehatan Kab. Wonosobo |
Komentar
Posting Komentar