Langsung ke konten utama

perantara takdir

Pernah tidak merenungkan, bahwa, setiap dari kita adalah perantara takdir orang lain. Setiap hal yang kita lakukan bersama orang lain, melibatkan orang lain, berpengaruh pada yang lain bisa memunculkan suatu perkara yang bisa sangat terkenang. Sesederhana tukang parkir yang membantu menyebrangkan atau pedagang bakpao keliling yang menjadikan kita sedikit terlambat berangkat ke kantor karena kehadirannya menggoda iman indera pengecap. Setiap hal yang datang di sela-sela waktu tidak jarang buat kita jadi banyak bicara. Tentang menjadi terlambat, tentang repot mencari receh untuk membayar parkir, sampai tentang tidak memikirkan hal-hal dibalik itu.


Di lain layar, pedagang roti pagi tadi bisa jadi terharu luar biasa karena dagangannya laku di pagi hari bahkan sebelum ia dan keluarga bisa sarapan sendiri. Tukang parkir yang lebih sering kita lupa untuk beri kata terima kasih bisa jadi mendoakan kita untuk selamat selalu dalam perjalanan dan apapun urusan yang kita tuju setelah mampir di tempat parkir yang menjadi lapaknya. Dan yang paling lebih bisa jadi adalah, Tuhan sedang sengaja memberikan skenario-skenario kecil yang sering abai dari pikiran. Padahal, pada dasarnya tidak ada yang kebetulan di dunia ini.

Kita semua juga tau akan selalu ada Sang Penyelenggara di setiap rencana, lini laku, dan hal-hal yang ingin kita pikirkan sendiri.

Termasuk yang sangat manusiawi ketika kita ingin diperhatikan. Dihargai. Dibuat merasa ada. Diapresiasi.

Tapi sehari-hari tidak menjanjikan semua itu. Pun pada sekeliling terdekatmu. Sesuatu atau seseorang yang kau anggap baik, bukan malaikat. Seseorang atau sesuatu yang kau percayai betul, bukan Tuhan. Sesuatu atau seseorang tidak lantas selalu mendukungmu sesuai dengan daftar mimpimu sekeras apa kamu berusaha meyakinkan. Jadi, ini sebagai cambuk dan pengingat diri sendiri, bahwa ternyata akan selalu ada premis keterbalikan. Akan selalu ada antonim peran protagonis dari setiap ceritamu. Mereka tidak mengerti kehidupanmu, tapi seolah paling bisa menguasai pikiranmu. Pada kenyataannya, yang perlu kamu khwatirkan hanyalah hubunganmu pada Yang Maha Mengatur Segalanya.

Jika perantara-perantara takdirmu saat ini banyak warna, bersyukurlah. Mereka yang merendahkan, atau mendukung sepenuh jiwa raga, yang pernah tidak percaya kalau kau bisa, atau mendorong untuk berusaha, yang bermuka tembok setiap kau butuh apresiasi, atau yang bisa memberi senyum sekecil apapun effort yang kamu lakukan--mereka akan selalu ada. Yang perlu kita lakukan hanyalah nikmati.

Jadi, nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustakan?

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karena Mahasiswa Sehat dari Masyarakat

Mahasiswa bukan hanya kata ‘maha’ di depan kata ‘siswa’. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan rakyat biasa, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Karena kedudukannya, mahasiswa sendiri menjadi memiliki banyak peran dalam kehidupan bermasyarakat, tidak terlepas dari bidang mereka masing-masing.

Navigasi

Senin yang ceritanya long weekend kemarin, aku dan bapake bertandang ke suatu tempat untuk tujuan tertentu. Ceritanya dapet kontak orang yang mau dituju di instagram nih. Yaudah aku hubungi lah dia. Setelah menceritakan maksud dan tujuan aku ingin berkunjung, si mbak yang menerima respon kontak memberikan infomasi arah ke alamat tujuan. Ceritanya di bio instagram dia udah ada info lokasi. Tapi cuma nama kecamatannya doang. Kutanya, sebelah mananya ya mba? Beliau bilang, "kalau dari arah kota perempatan pasar belok kiri, mba. nanti ketemu pertigaan, belok kiri lagi. Lurus aja terus nanti mentok nah itu rumahnya pas mentok jalan. Namanya mas ini" Oke, kita ikuti..

Ngeluh sama kerjaan?

Saat itu di suatu pagi dimana aku dapet panggilan wawancara di salah satu kantor cabang BUMN di kota perantauan waktu kuliah, banyak hal yang aku yakini itu skenario epic dari Allah terjadi. Jadwal wawancara jam 10 pagi. Karena waktu tempuh yang lumayan, aku berangkat dari rumah jam 7.30. Jelas sesampai di kota tujuan waktu untuk tiba di kantor masih longgar sekali. Setelah menyelesaikan urusan kekurangan pritilan berkas yang harus dibawa, aku mampir ke satu masjid favorit jaman kuliah. Masih jam 9 kurang sekian menit ketika setelah mengambil air wudhu aku masuk ke pintu jamaah putri. Ada sekitar 3 orang perempuan di dalam. Salah satunya ada di dekat tempatku sholat, sedang melantunkan ayat suci. Ketika selesai ritual dhuha, aku mundur menyenderkan bahu ke tembok belakang. Sambil membenarkan posisi kerudung, mbak-mbak yang baru saja selesai ngaji itu menyapaku, "Kerja dimana mba?".