Langsung ke konten utama

impact

Saya pernah begitu dekat dengan orang yang sangat mengerti saya hobi baca, tetapi dia tidak. Lalu seiring berjalannya waktu, karena terlanjur saya sering membuat topik obrolan tentang novel-novel terbaru dari penulis favorit saya saat itu, dia jadi mengikuti. Entah jadi mengenal kesukaan saya atau bahkan jadi diam-diam ikut mencoba melirik isi bacaan saya.

Dia berhasil jadi salah satu objek yang saya kasih baca novel Sabtu Bersama Bapak seperti yang pernah saya ceritakan di blog ini dengan judul tulisan yang sama. Menariknya, ternyata itu kali pertama efek yang saya tularkan diam-diam jadi menjalar benar-benar. Walaupun memang begitu pelan-pelan. Dia perlahan mulai mengumpulkan buku versi yang ingin dia baca sendiri, bahkan sampai saya lepas tangan tidak lagi berbagi cerita tentang apapun yang saya baca dan segalanya.

Saya juga punya lingkaran teman yang sangat beragam tabiatnya. Beberapa dari mereka adalah yang senang saya ajak ngobrol. We can talk about anything sampai berjam-jam lamanya. Dan bareng mereka bukan berarti serius terus macam rapat paripurna. Berat dan recehnya selalu ada. Gosipin dosen, ngomongin harga cabe, pilkada, rektor, AC ruang kuliah yang dinginnya kayak di kutub, konflik agama, sampai muda-mudi asmara. Kayak lagunya Payung Teduh yang Mari Bercerita aja, gitu. Sesungguhnya bicara denganmu tentang segala hal yang bukan tentang kita, mungkin tentang ikan paus di laut, atau mungkin tentang bunga pagi di taman.. selalu membuat lebih bersahaja.

Tak jarang dari obrolan itu, muncul efek di kemudian hari. Seeeesederhana ocehan teman yang bisa jadi tagline kita di pertemuan selanjutnya dan berbuah tawa. Sesederhana kalimat yang jadi quote of the day yang terlontar salah satu teman bisa jadi motivasi orang lain yang kita temui di kemudian hari. Sesederhana bahasan pendapat kita masing-masing bisa disampaikan di lain forum dan berhasil menciptakan suatu pencerahan lain. Dan masih banyak lagi.

Dari situ, saya jadi yakin, sebenarnya kita sangat bisa merubah perilaku seseorang asal tau celahnya. Di pekerjaan saya sekarang yang menuntut untuk perubahan perilaku, adalah yang paling sering disebut paling susah. Memang yang jadi susah adalah tidak mendasar, mendetail, spesifik dan langsung. Masalah lainnya adalah, kalau dari diri kita sudah berniat berubah tapi lingkungan terdekat saja mengabaikan atau malah sama sekali tidak mendukung perubahan itu, ya percuma.

Jadi, untuk teman-teman yang ingin mencoba merubah perilaku orang terdekatnya menjadi minimal lebih baik versi teman-teman sendiri, yuk coba benahi diri sendiri dulu. Kalau sudah dari diri sendiri, kelihatannya enak untuk menularkan ke orang lain dengan penuh dukungan pula.

Ingat, dukungan lho ya. Bukan paksaan.
Selamat jadi superhero! Berubah~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karena Mahasiswa Sehat dari Masyarakat

Mahasiswa bukan hanya kata ‘maha’ di depan kata ‘siswa’. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan rakyat biasa, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Karena kedudukannya, mahasiswa sendiri menjadi memiliki banyak peran dalam kehidupan bermasyarakat, tidak terlepas dari bidang mereka masing-masing.

Navigasi

Senin yang ceritanya long weekend kemarin, aku dan bapake bertandang ke suatu tempat untuk tujuan tertentu. Ceritanya dapet kontak orang yang mau dituju di instagram nih. Yaudah aku hubungi lah dia. Setelah menceritakan maksud dan tujuan aku ingin berkunjung, si mbak yang menerima respon kontak memberikan infomasi arah ke alamat tujuan. Ceritanya di bio instagram dia udah ada info lokasi. Tapi cuma nama kecamatannya doang. Kutanya, sebelah mananya ya mba? Beliau bilang, "kalau dari arah kota perempatan pasar belok kiri, mba. nanti ketemu pertigaan, belok kiri lagi. Lurus aja terus nanti mentok nah itu rumahnya pas mentok jalan. Namanya mas ini" Oke, kita ikuti..

Ngeluh sama kerjaan?

Saat itu di suatu pagi dimana aku dapet panggilan wawancara di salah satu kantor cabang BUMN di kota perantauan waktu kuliah, banyak hal yang aku yakini itu skenario epic dari Allah terjadi. Jadwal wawancara jam 10 pagi. Karena waktu tempuh yang lumayan, aku berangkat dari rumah jam 7.30. Jelas sesampai di kota tujuan waktu untuk tiba di kantor masih longgar sekali. Setelah menyelesaikan urusan kekurangan pritilan berkas yang harus dibawa, aku mampir ke satu masjid favorit jaman kuliah. Masih jam 9 kurang sekian menit ketika setelah mengambil air wudhu aku masuk ke pintu jamaah putri. Ada sekitar 3 orang perempuan di dalam. Salah satunya ada di dekat tempatku sholat, sedang melantunkan ayat suci. Ketika selesai ritual dhuha, aku mundur menyenderkan bahu ke tembok belakang. Sambil membenarkan posisi kerudung, mbak-mbak yang baru saja selesai ngaji itu menyapaku, "Kerja dimana mba?".