Langsung ke konten utama

Setelah nggak punya bangku kuliah

Tidak punya bangku kuliah yang aku maksud disini adalah bukan lulus. Tapi arti sebenarnya. Setelah semester 8 secara resmi tidak ada mata kuliah yang wajib diambil. Terkecuali yang memang mau mengulang. Tapi di semester ini, over all kami nggak ada jadwal kuliah lagi. Digantikan skripsi yang menjadi trending topic. Lalu kegiatan yang dilakukan adalah; konsultasi ke dosen pembimbing skripsi masing-masing. Dimana hal tersebut dilakukan dengan adegan duduk di sofa lobby, mondar-mandir nggak jelas, keluar masuk ruang dosen, fotocopy, paling pol ya ke kantin atau ke masjid pada waktunya.

Sangat bersyukurnya aku punya teman-teman satu angkatan yang baik dan menyenangkannya kebangetan. Tentang mereka sedikit banyak pernah aku ceritain di sini. Menyenangkannya adalah, selain memang di semester akhir adalah masa-masa dimana kita sangat butuh support, mereka selalu punya cara sendiri untuk nunjukkin dukungannya satu sama lain. Sesederhana ngabarin dosen A udah ada di ruangannya, partner diskusi metode penelitian, ngeramein seminar, sampai pajamas party sepanjang malem. Pajamas party disini jelas bukan sekedar bobo bareng rame-rame dengan piama masing-masing. Tapi lebih kepada berkutat pada laptop masing-masing dalam satu kamar sampai dini hari. Dan masiiih banyak lagi.

Dulu, jaman SMP-SMA, kita sering melontarkan kalimat seperti "Masuk bareng lulus bareng yaaa" atau "Semangat lulus bareng!" dan lain sebagainya yang intinya adalah kepengen lulus bareng. Ternyata di perkuliahan juga, men. Oh, sorry, tidak semuanya. Hanya di kami hal ini juga terjadi. Berlatar belakang kebijakan kampus tentang masa tugas akhir yang entah mengapa sedikit  mengesalkan (padahal sih ngeselin banget), angkatan kami punya effort untuk 'kita harus bisa lulus bareng di September tahun ini'.

Menurut perhitungan, kami akan dihitung tepat 4 tahun kuliah jika bisa menembus periode wisuda September 2016. Padahal periode dimulainya per-skripsi-an baru dimulai sekitar bulan Maret 2016. Ironisnya hal tersebut hanya terjadi di our major. Fakultas maupun jurusan lain bahkan ada yang sudah boleh mengambil SKS Skripsi sampai dengan pendadaran dari semester lalu. Walaupun dilihat-lihat tetap masih sangat cukup untuk proses pembuatan tugas akhir ini. Namun kenyataannya, tidak untuk setengah dari jumlah angkatan kami. Termasuk aku sendiri.

Long story short, sekitar 40 dari 90 teman seangkatan sudah diwisuda pada 21 September kemarin. Sisanya menunggu dan masih berusaha untuk mengejar periode selanjutnya yaitu Desember. Untuk mereka yang masih dalam proses penelitian atau menulis hasil atau bahkan yang baru mau mulai mungkin ini memang tidak jadi begitu kentara sebagai kesedihan. Tapi ada sekitar 4 orang yang begitu amat tanggung belum melewati satu proses terakhir yaitu pendadaran hanya selang beberapa hari pendaftaran wisuda ditutup. Termasuk aku di dalamnya.

Sedih? Kecewa? Jelas. Tapi buat apa? Pada akhirnya kekecewaan itupun hadir karena diri sendiri. Kecewa sama diri sendiri. Selain memang di lubuk hati yang terdalam pasti sebenernya pengennya mencak-mencak ke faktor eksternal--birokrasi kampus kelamaan lah, tentang dosen pembimbing lah, pake sakit di opname segala lah, dll. Tapi buat apa? Toh usahamu tidak akan mengkhianatimu. Ini rejekimu. Sudah terbagi sesuai effort masing-masing, sesuai buah dari apa yang ditanamkan.

Perlu ditekankan bahwa hal-hal seperti ini bukan suatu ukuran dalam hidup. Aku belajar dari seorang senior di tempat kerja aku sekarang, tentang beliau cerita ada beberapa pegawai yang memang kerjanya bagus dan kurang bagus. Tanpa ada dorongan kita pasti menilai secara sepihak, "ih kok dia gitu sih" atau "yaelah kalo gitu mah gue juga bisa" selain itu sebaliknya seperti "wah dia hebat ya bisa handle tugas itu padahal kan susah" atau "kok dia bagus sih ah paling cari muka doang" dan lain sebagainya. Hal-hal seperti itu sesungguhnya nggak perlu jadi momok. Kalau orang lain lebih baik atau kurang baik dari kita nggak perlu kita iri. Kalau kata seniorku itu ngapain iri pada hal duniawi. Kalau orang lain sedekahnya banyak, rajin ke masjid, puasa sunahnya getol, itu baru kita patut iri.

Kelulusan juga bukan suatu ukuran. Ukuran dalam arti yang lulus duluan bakal dapet kerja duluan atau nikah duluan. Yah semacam itulah. Tapi memang tetap lebih baik selalu mengusahakan yang terbaik. Kalau kamu bisa selesai lebih cepat, usahamu untuk mencapai hal-hal selanjutnya akan lebih punya banyak waktu. Walaupun kadang terfikir bukannya lebih enak jadi mahasiswa daripada jadi pengangguran? Hehehe.

At least, memang perlu ada yang tidak sesuai untuk tau rasanya sesal. Selalu ada pembelajaran dari setiap cerita. Gila ya bijak banget. Hahaha. Intinya sih selain berbuat sebaik yang kita bisa, kalau bisa juga disertai pikiran sebaik yang kita bisa pikirkan. Because you are what you think.

Segitu aja, ya. Seneng deh bisa cerita! Terimakasih dan selamat menikmati hidup!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karena Mahasiswa Sehat dari Masyarakat

Mahasiswa bukan hanya kata ‘maha’ di depan kata ‘siswa’. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan rakyat biasa, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Karena kedudukannya, mahasiswa sendiri menjadi memiliki banyak peran dalam kehidupan bermasyarakat, tidak terlepas dari bidang mereka masing-masing.

Navigasi

Senin yang ceritanya long weekend kemarin, aku dan bapake bertandang ke suatu tempat untuk tujuan tertentu. Ceritanya dapet kontak orang yang mau dituju di instagram nih. Yaudah aku hubungi lah dia. Setelah menceritakan maksud dan tujuan aku ingin berkunjung, si mbak yang menerima respon kontak memberikan infomasi arah ke alamat tujuan. Ceritanya di bio instagram dia udah ada info lokasi. Tapi cuma nama kecamatannya doang. Kutanya, sebelah mananya ya mba? Beliau bilang, "kalau dari arah kota perempatan pasar belok kiri, mba. nanti ketemu pertigaan, belok kiri lagi. Lurus aja terus nanti mentok nah itu rumahnya pas mentok jalan. Namanya mas ini" Oke, kita ikuti..

Ngeluh sama kerjaan?

Saat itu di suatu pagi dimana aku dapet panggilan wawancara di salah satu kantor cabang BUMN di kota perantauan waktu kuliah, banyak hal yang aku yakini itu skenario epic dari Allah terjadi. Jadwal wawancara jam 10 pagi. Karena waktu tempuh yang lumayan, aku berangkat dari rumah jam 7.30. Jelas sesampai di kota tujuan waktu untuk tiba di kantor masih longgar sekali. Setelah menyelesaikan urusan kekurangan pritilan berkas yang harus dibawa, aku mampir ke satu masjid favorit jaman kuliah. Masih jam 9 kurang sekian menit ketika setelah mengambil air wudhu aku masuk ke pintu jamaah putri. Ada sekitar 3 orang perempuan di dalam. Salah satunya ada di dekat tempatku sholat, sedang melantunkan ayat suci. Ketika selesai ritual dhuha, aku mundur menyenderkan bahu ke tembok belakang. Sambil membenarkan posisi kerudung, mbak-mbak yang baru saja selesai ngaji itu menyapaku, "Kerja dimana mba?".