Langsung ke konten utama

quarter lyfe

ternyata, sudah sampailah aku pada situasi di tahap ini.
setiap hari atmosfernya kantor, kendaraan selalu dipegang, jarak yang tidak sebentar, hujan-hujanan, ketemu banyak orang, pembahasan penyelesaian masalah meluas, bapak ibu semakin menua, ditanya perihal 'kapan' jadi muntahan tiap saat, ribut isu perubahan status pegawai, managerial keuangan sendiri, toleransi tubuh hati dan pikiran sebagai yang sama-sama lelah tapi nggak bisa leyeh-leyeh terus, sudah merasa lingkaran semakin mengerucut (and I'm proud, sekarang tau mana yang murni mana yang B aja, kan? :)), dan hal lain yang muncul.

Hey, hampir seperempat abad kamu berkecimpung untuk ngerusuhin bumi ini. Apa yang perlu diresahkan? Tuntutan lingkungan untuk seusiamu? Merasa sepi karena tidak banyak waktu main-main lagi? Atau benci dengan galau yang faedah dan nirfaedah sering menghantui? Mana dewasamu?

Suatu hari, hal ini aku ceritakan ke kakak. Doi bilang, "quarter life crisis, itu namanya"
Aku pernah denger itu, tapi masa iya sih? Aku belum 25 loh, kok udah quarter aja syndrome-nya. Tua. Hahahaha.

Sampai pada berjalannya waktu semakin kesini semakin ketemu sama banyak orang, banyak kejadian, banyak 'lelucon', banyak diskusi, dan tetep berusaha membaca, jadi dikit-dikit ngerti. Udah gede, ya, sekarang? Obrolannya udah macam di ruang rapat mulu. Ketemuan sama temen di cafe aja bahasannya buka usaha sampai uang panas di berbagai kantor, CPNS, sistem pemerintahan, pilkada, teknologi, sampai bahas mahar dan dekorasi kawinan. Kadang suka jadi pengen senyumin sendiri, dulu suka iri sama orang dewasa yang bisa banget ngobrolin apapun dan sepintar itu. Kalau liat Bapak ngobrol sama temennya bahas yang aku nggak ngerti dan itu lama banget, suka kepikiran, besok aku gedenya gini juga nggak ya? Eh ternyata nurun. Hahaha.

Eh, bukan nurun, ding. Dunia yang berputar. Masanya terlewati.

Aku dan kamu banyak berubah. Sampai semoga menemukan untuk apa kamu dilahirkan, agar bisa segera berbenah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karena Mahasiswa Sehat dari Masyarakat

Mahasiswa bukan hanya kata ‘maha’ di depan kata ‘siswa’. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan rakyat biasa, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Karena kedudukannya, mahasiswa sendiri menjadi memiliki banyak peran dalam kehidupan bermasyarakat, tidak terlepas dari bidang mereka masing-masing.

Navigasi

Senin yang ceritanya long weekend kemarin, aku dan bapake bertandang ke suatu tempat untuk tujuan tertentu. Ceritanya dapet kontak orang yang mau dituju di instagram nih. Yaudah aku hubungi lah dia. Setelah menceritakan maksud dan tujuan aku ingin berkunjung, si mbak yang menerima respon kontak memberikan infomasi arah ke alamat tujuan. Ceritanya di bio instagram dia udah ada info lokasi. Tapi cuma nama kecamatannya doang. Kutanya, sebelah mananya ya mba? Beliau bilang, "kalau dari arah kota perempatan pasar belok kiri, mba. nanti ketemu pertigaan, belok kiri lagi. Lurus aja terus nanti mentok nah itu rumahnya pas mentok jalan. Namanya mas ini" Oke, kita ikuti..

Ngeluh sama kerjaan?

Saat itu di suatu pagi dimana aku dapet panggilan wawancara di salah satu kantor cabang BUMN di kota perantauan waktu kuliah, banyak hal yang aku yakini itu skenario epic dari Allah terjadi. Jadwal wawancara jam 10 pagi. Karena waktu tempuh yang lumayan, aku berangkat dari rumah jam 7.30. Jelas sesampai di kota tujuan waktu untuk tiba di kantor masih longgar sekali. Setelah menyelesaikan urusan kekurangan pritilan berkas yang harus dibawa, aku mampir ke satu masjid favorit jaman kuliah. Masih jam 9 kurang sekian menit ketika setelah mengambil air wudhu aku masuk ke pintu jamaah putri. Ada sekitar 3 orang perempuan di dalam. Salah satunya ada di dekat tempatku sholat, sedang melantunkan ayat suci. Ketika selesai ritual dhuha, aku mundur menyenderkan bahu ke tembok belakang. Sambil membenarkan posisi kerudung, mbak-mbak yang baru saja selesai ngaji itu menyapaku, "Kerja dimana mba?".